GELORA.CO -Partai Amanat Nasional (PAN) santer diisukan masuk ke kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat reshuffle jilid II yang disebut bakal dilakukan.
Kekuatan oposisi pun berpotensi semakin melemah jika PAN memilih untuk mendukung Pemerintahan Jokowi. Lantas seperti apa kondisinya?
PAN sendiri diketahui sebagai salah satu oposisi kuat Pemerintahan Jokowi semenjak Pilpres 2019. Selain PAN, kala itu, PKS, Demokrat, dan Gerindra pun juga menjadi oposisi pemerintah.
Namun kekuatan oposisi melemah ketika Gerindra pun menyetujui untuk ikut dalam kabinet Presiden Jokowi. Saat itu, Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto sepakat untuk menjadi Menteri Pertahanan Jokowi.
Lantas kekuatan oposisi tersisa hanya PKS, PAN, dan Partai Demokrat. Kemudian bagaimana nasib oposisi jika PAN pada reshuffle kabinet yang akan datang bergabung dengan Jokowi?
Pakar politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin awalnya menjelaskan kondisi demokrasi di Indonesia jika PAN memutuskan bergabung. Dia menyebut Indonesia akan mengalami kerugian.
"Tentu dalam konteks demokrasi, Indonesia mengalami kerugian, karena apa? Tidak ada check and balances, artinya setiap kebijakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan diyeskan oleh parlemen. Dan itu faktanya seperti itu," kata Ujang saat dihubungi, Selasa (20/4/2021).
Ujang lalu menjelaskan kondisi oposisi pemeirntah jika PAN memutuskan untuk bergabung dengan Jokowi. Menurutnya selain memperlemah oposisi, Indonesia akan kehilangan check and balances.
"Kalau saya melihatnya begini, kita membutuhkan pemerintahan yang kuat, tetapi di saat yang sama kita juga membutuhkan oposisi yang kuat dan tangguh, ya kan? Dengan masuknya PAN kan artinya memperkuat posisi koalisis pemerintah, artinya meminimalisir kekuatan oposisi. Tentu dalam konteks demokrasi, Indonesia mengalami kerugian, karena apa? Tidak ada check and balances," ucapnya.(dtk)