Oleh:Henrykus Sihaloho
TULISAN ini Penulis awali dengan mengutip twit Penulis kemarin (26 April 2021).
Twit Penulis (dalam bentuk aslinya) berbunyi, “Ini yg sy pinta ke Pak @jokowi 14 jam yg lalu: "Pak @jokowi, tolong berikan gelar pahlawan kepada mereka & santunan kepada istri & anak(-anak)nya hingga pendidikan tinggi. Terima kasih banyak, Pak." Sekali lg, trm ksh banyak atas respon Bpk yg segera. Indonesia bangga & terharu.”
Selain diinspirasi oleh respon Presiden Jokowi atas usulan Penulis yang dimuat dalam twit di atas, tulisan ini juga diilhami oleh tindakan terpuji Lionel Messi yang memberi kesempatan kepada Griezmann mengeksekusi penalti yang diberikan wasit saat Barcelona menang 5-2 menjamu Getafe di Camp Nou, Jumat, 23 April 2021.
Demi kepentingan tim dan pemberian kesempatan kepada rekannya Griezmann sebagai ajang pembuktian popularitas dan prestasi, Messi telah menghilangkan kesempatan baginya mencetak hat trick.
Dua hal di atas telah membawa Penulis kembali untuk kedua kalinya menulis mengenai reshuffle.
Tulisan I dan tulisan II dimuat menjelang reshuffle jilid II. Tulisan I (di bawah judul “Sekapur Sirih Perombakan Kabinet”) yang dimuat Kantor Berita Politik RMOL.ID pada Jumat, 15 Juli 2016 fokus pada ajakan agar semua pihak, utamanya para ketua umum Parpol membiarkan Presiden benar-benar berdaulat dan dengan tulus membiarkan beliau menggunakan dengan leluasa hak prerogratifnya.
Sekadar menolak lupa, saat pembentukan kabinet, reshuffle I, dan reshuffle II masih banyak pihak yang berpersepsi Presiden Jokowi bukan dalang, tetapi wayang.
Kawah Candradimuka, Legacy, dan Ajang Pembuktian
Bila pada tulisan I memuat ajakan khusus pada para ketua umum Parpol, tulisan II ini berisi permintaan kepada Presiden agar menjadikan kabinet sebagai “kawah candradimuka” bukan hanya bagi para petinggi Parpol, tetapi juga untuk para professional.
Bila Presiden melakukan ini, menurut hemat Penulis ini pun merupakan legacy yang luar biasa dari Presiden untuk bangsa ini.
Apa kaitan kawah candradimuka dengan legacy?
Di setiap perusahaan dan organisasi (pemerintah dan nonpemerintah), tidak terkecuali Perguruan Tinggi, kaderisasi kepemimpinan merupakan syarat kecukupan (sufficient condition) dan syarat keharusan (necessary condition) bagi keberlanjutan (keberlangsungan) perusahaan dan organisasi.
Seorang mantan petinggi perusahaan minyak PT Stanvac almarhum Ir. Iskandar Basri (yang sekaligus merupakan kerabat almarhum Taufiq Kiemas dan almarhum Aberson M. Sihaloho) pernah mengatakan kepada penulis, “Di Stanvac salah satu syarat penting untuk meraih kenaikan jabatan (promosi) adalah calon yang berrsangkutan sudah harus menyiapkan lebih dulu calon penggantinya pada posisi yang akan ia tinggalkan ketika mendapatkan promosi. Bila ia gagal menyiapkan kader, jangankan mendapat promosi, ia justru mengalami demosi.”
Sejauh yang Penulis lihat, Presiden Jokowi di periode pertama masa jabatannya telah mengembangkan makna kaderisasi di atas ke arah yang lebih luas. Contoh yang relevan untuk itu ialah penunjukan kembali Ignasius Jonan untuk memimpin kementerian yang berbeda. Jonan beruntung karena “promosi” itu menjadi ajang pembuktian baginya untuk menujukkan kelasnya.
Penunjukan Jonan di atas membuat nasibnya berbeda dengan Rizal Ramli. Jonan minimal dua kali lebih beruntung dari Rizal Ramli. Sebelum di-reshuffle, Jonan menjabat menteri hampir dua tahun dan secara keseluruhan hampir lima tahun (kurang lebih setara dengan masa jabatannya memimpin PT KAI).
Mendapat kesempatan yang kedua itu, Jonan bisa membuktikan prestasinya tidak kalah ciamik saat beliau memimpin PT KAI. Jonan ini seperti pesepakbola Brasil, Ronaldo. Ronaldo yang prestasinya kurang mengkilap di Piala Dunia 1998, di bawah pelatih Luiz Felipe Scolari menjadi fenomenal di Piala Dunia 2002, pencetak gol terbanyak (8 gol), dan membawa Brasil meraih juara dunia lima kali.
Ronaldo yang berbeda, yakni pesepakbola Portugal, juga menjadi seorang yang fenomenal karena jasa baik sahabatnya dalam tim remaja, Alberto Fantrau. Ketika pencari bakat dari Sporting Lisbon mencari pencetak gol terbanyak untuk berkesempatan masuk dalam akademi sepakbola mereka, Fantrau justru melepaskan kesempatan itu dan memberikannya kepada Ronaldo.
Padahal, saat itu Fantrau sudah mengecoh penjaga gawang lawan dan tinggal menjebloskan bola ke gawang, namun ia memberikannya kepada Ronaldo karena menurutnya Ronaldo lebih layak. Masuk akal jika di kemudian hari Christiano Ronaldo mengatakan, “Benar saya adalah pemain bola terbaik, tapi semua keberhasilan itu adalah atas jasa besar sahabat saya Alberto Fantrau!!!!” Kebaikan Fantrau bukan hanya menjadi “legacy” bagi Ronaldo, tapi bagi dunia persepakbolaan mancanegara.
Berkaitan dengan twit di atas, sebagai orang yang bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, Penulis tidak berpretensi, twit senada berasal dari seorang Penulis saja.
Yang jelas, Penulis bahagia sekali Presiden Jokowi mengamini kehendak baik Penulis yang Penulis pastikan merupakan aspirasi seluruh keluarga 53 awak kapal selam Nanggala 402, keluarga Hiu Kencana, keluarga besar AL, dan seluruh rakyat Indonesia.
Penulis telah katakan, twit Presiden Jokowi yang berisi pemberian penghargaan kepada 53 awak kapal selam Nanggala 402 dan keluarganya membangkitkan harapan bagi Penulis bahwa reshuffle jilid II kali ini akan menjadi legacy yang tiada ternilai dari Presiden Jokowi lantaran menjadikan kabinet sebagai kawah candradimuka bagi para ketua umum/petinggi Parpol dan profesional, termasuk orang yang pernah mendapat kepercayaan Presiden Jokowi kurang dari setahun ikut dalam kabinet.
Presiden perlu menyadari, pemberian kesempatan yang kurang dari setahun telah melahirkan perundungan yang bertubi-tubi di media mainstream dan media sosial bagi yang bersangkutan.
Mengapa Penulis menyebut reshuffle jilid II akan jadi legacy yang tiada ternilai? Dari sisi orang yang mendapat kepercayaan, ini menjadi ajang pembuktian bagi mereka untuk menunjukkan kelasnya sehingga kemudian layak mencalonkan diri sebagai capres.
Dari sisi Parpol, Parpol berkesempatan memilih banyak kader terbaik bangsa dan menawarkannya kepada rakyat sehingga memiliki banyak pilihan dan tidak lagi memilih kucing dalam karung. Dari sisi rakyat, rakyat mendapatkan anggota kabinet yang berkinerja baik yang membantu Presiden membawa Indonesia meraih kemajuan yang berarti meski di tengah pandemi Covid-19 yang sudah melahirkan krisis.
Dari sisi Presiden Jokowi, ini bisa menjadi ajang pembuktian terakhir bagi beliau bahwa beliau seorang yang berdaulat penuh memimpin negara berdaulat sebesar Indonesia, bukan wayang dari para cukong lokal dan asing, dan bukan pula boneka dari penjarah dan pengkhianat bangsa yang jangankan meninggalkan legacy, tetapi meninggalkan perundungan yang mungkin tiada henti hanya karena pernah mendapatkan kepercayaan kurang dari setahun.
Sebagai penutup, demi Tuhan dan rakyat, Penulis percaya, sebagai negarawan, Presiden Jokowi sesungguhnya memiliki sekaligus rupa Messi, Scolari, dan Fantrau dalam dirinya. Di bulan suci yang baik ini, marilah kita mendoakan beliau tetap on the right track. Amin.
(Dosen Universitas Katolik Santo Thomas)