GELORA.CO - Peta koalisi di lingkaran Istana antara PDI Perjuangan dengan Partai Gerindra menuju Pilpres 2024 dengan mengusung Prabowo Subianto-Puan Maharani masih jadi spekulasi politik.
Pasalnya, koalisi Istana setelah Presiden Joko Widodo purnajabatan, sangat terbuka kemungkinan untuk membuat poros baru.
Selain itu, wacana penambahan masa jabatan Presiden melalui amandemen UUD 1945 juga belum final. Artinya masih terbuka kemungkinan Jokowi untuk diusung lagi oleh PDIP jika amandemen kelima terjadi.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, bagi PDIP, jika amandemen UUD 1945 berhasil dilakukan maka otomatis Jokowi akan tetap menjadi pilihan utama untuk dicalonkan pada 2024.
Dengan demikian, mimpi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang digadang-gadang akan berduet dengan Puan Maharani untuk membangun nostalgia Batu Tulis II, akan kandas lagi.
"Lagipula, Gerindra seharusnya membuka diri, Prabowo tidak lagi potensial diandalkan, mengingat banyak tokoh baru bermunculan yang bisa saja jauh lebih berpeluang terpilih dibanding Prabowo," tutur Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (7/4).
Menurut Dedi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga akan bernasib kurang beruntung karena dia tidak mendapatkan karpet merah dari PDIP yang pasti akan memprioritaskan Puan Maharani untuk diusung pada Pilpres 2024.
"Begitu halnya dengan Ganjar, ia bisa kehilangan peluang keterusungan jika amandemen dilakukan untuk mengubah periodesasi Presiden, dan berhasil selesai di masa kepemimpinan Puan Maharani," pungkasnya.
Isu adanya poros Istana yang dipimpin PDIP yang mungkin berkoalisi dengan Partai Gerindra pada Pilpres 2024 pertama kali disampaikan pengamat politik sekaligus pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun.
Menurut Refly, koalisi Istana pascapemerintahan Joko Widodo, berpeluang menjagokan Prabowo Subianto-Puan Maharani, Puan Maharani-Sandiaga Uno, atau Ganjar Pranowo-Sandiaga Uno.
"Karena kalau menyebut calon dari Istana. Empat nama itu yang mungkin dijagokan Istana pimpinan PDI Perjuangan," ujar Refly dalam akun YouTube miliknya, Senin (5/4).
Jika itu yang terjadi, lanjut Refly Harun, Partai Nasdem juga berpeluang keluar dari koalisi Istana, Nasdem bisa saja memimpin koalisi non-Istana bersama PKS.
Sebab, dari empat calon dari Istana itu, Nasdem tidak akan dapat apa-apa, yang untung hanya PDIP dan Gerindra. Beda halnya dengan saat ini, Surya Paloh sebagai Ketum Nasdem masih memiliki pengaruh terhadap Presiden Jokowi.
Memimpin koalisi non-Istana, Nasdem dan PKS ditambah PAN berpeluang menjagokan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dan, jika Ganjar Pranowo tidak jadi dipakai PDIP, Nasdem bisa menduetkannya dengan Anies.
"Bukan tidak mungkin, tiba-tiba memasangkan Anies dan Ganjar. Wah, tambah besar peluangnya (menang)," jelas Refly Harun. []