GELORA.CO - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menilai permintaan Presiden Joko Widodo untuk memiskinan koruptor demi penyelamatan kerugian negara dari pelaku korupsi hanya gimmick (trik untuk menarik perhatian) semata.
Menurut Wana, permintaan Jokowi yang disampaikan kepada para penegak hukum itu berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan.
"Fakta di lapangan itu ternyata hanya sedikit kasus yang ditangani menggunakan pencucian uang,' kata Wana dalam Launching Laporan Tren Penindakan Korupsi Tahun 2020 yang disiarkan secara live melalui kanal Youtube Sahabat ICW, Minggu (18/4).
Berdasarkan data penindakan korupsi yang ICW himpun, dari 442 kasus korupsi yang ditindak hingga tingkat penyidikan dan ada penetapan tersangka pada 2020, sebanyak 394 kasus korupsi dijerat dengan pasal kerugian keuangan negara, 22 kasus pemerasan, 20 kasus suap menyuap, dan 3 kasus gratifikasi.
ICW menemukan hanya 3 kasus korupsi yang dijerat dengan pasal pencucian uang. Kasus tersebut adalah korupsi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) asuransi Jiwasraya, kasus Danareksa Sekuritas, dan kasus Jaksa Pinangki.
Dalam penindakan korupsi, penegak hukum cenderung menggunakan pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pasal tersebut berkaitan dengan kerugian keuangan negara dan tidak fokus merampas aset koruptor untuk memiskinkan mereka.
"Ini kontra produktif dengan visi presiden mengenai perampasan aset atau pemiskinan koruptor," ujar Wana.
Di sisi lain, dalam aspek kesiapan penyitaan aset, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset tidak masuk dalam prioritas program legislasi nasional (prolegnas).
Karena itu, ICW merekomendasikan agar pemerintah segera memprioritaskan perampasan aset. Hal ini dilakukan agar gagasan mengenai pemiskinan koruptor dan pengembalian kerugian negara bisa segera diwujudkan. []