GELORA.CO - Terdakwa Ardian Iskandar Maddanatja mengungkap tiga pihak yang menyeretnya dalam perkara korupsi Bansos Covid-19 dengan terdakwa eks Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara.
Dia menamakan tiga sosok tersebut sebagai Broker Bansos, yakni Nuzulia Hamzah Nasution, Helmi Rivai, dan Isro Budi Nauli Batubara.
Hal ini disampaikan Ardian saat membacakan pledoi atau nota pembelaam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/4).
Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama itu mengatakan ketiga pihak itu yang aktif berkomunikasi dengan pejabat Kementerian Sosial (Kemensos), yakni Dirjen Linjamsos Pepen Nazaruddin, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono, Pejabat Pengguna Antara (PPK) Matheus Joko Santoso. Namun, Nuzulia, Helmi, dan Isro, tidak tersentuh dalam kasus ini.
"Broker Bansoslah otak yang merencanakan sampai dengan mendapatkan Surat Penunjukkan Penyedia Barang dan Jasa atau SPPBJ dan Surat Pesanan SP dari Kemensos RI, tanpa melibatkan saya sama sekali," kata dia membacakan surat pledoi.
Ardian mengatakan dirinya bersepakat dengan Broker Bansos untuk menyiapkan bahan sembako sesuai dengan spesifikasi sekaligus berkoordinasi dengan perusahaan logistik yang ditunjuk Kemensos RI.
Setelah pekerjaan selesai, Ardian mengaku melakukan penagihan kepada Kemensos RI.
Ardian juga mengeklaim baru mengenal Matheus Joko Santoso saat mengurus tagihan tahap sembilan dan juga tahap sepuluh. Pada saat itu, Ardian diminta oleh Broker Bansos untuk menyerahkan dua kali uang fee kepada Matheus.
"Saya menyadari bahwa menyerahkan uang fee kepada Saudara Matheus Joko Santoso adalah salah. Namun perlu diketahui bahwa saya melakukan hal tersebut dengan amat terpaksa untuk
menyelamatkan tagihan perusahaan saya, dan atas perintah Broker Bansos. Saya merasa dijebak dan terseret masuk pusaran tindak pidana korupsi," kata dia.
Dia mengaku memutuskan untuk menyetop pengerjaan paket Bansos Covid-19 walaupun SPPBJ dan SP untuk tahap komunitas sudah terlanjur terbit sebesar 40 ribu paket.
Namun, Ardian mengaku ditekan Broker Bansos apabila PT Tigapilar Agro Utama gagal dalam pekerjaan ini, maka akan masuk dalam daftar hitam Perusahaan Penyedia Barang dan Jasa.
Menurut dia, perusahaannya itu bukan hanya dicoret dari Kemensos RI, tetapi juga pada kementerian lain.
"Saya sangat terpaksa kembali mengerjakan paket komunitas tersebut, tetapi saya sudah menegaskan kepada Broker Bansos bahwa saya sudah tidak mau lagi diperintah untuk menyerahkan uang fee kepada Saudara Matheus Joko Santoso," kata dia.
Menurut dia, PT Tigapilar Agro Utama hanya mendapatkan laba sebesar Rp 231.954.550 atau 1,7 persen khusus untuk tahap kesepuluh saja.
Sementara itu, pada tahap kesembilan, perusahaan menderita kerugian sebesar Rp 127.893.058. Sedangkan Broker Bansos tidak tersentuh hukum dan bebas.
"Broker Bansos justru menikmati keuntungan yang sangat besar yaitu Rp 1.349.000.000 dari success fee yang kami berikan. Saat ini Broker Bansos masih bersuka-cita karena sama sekali tidak tersentuh oleh jeratan hukum, sementara saya yang sudah bekerja keras agar pengadaan paket bansos sukses terlaksana, saat ini malah menjadi terdakwa," kata dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Ardian Iskandar Maddanatja dengan hukuman penjara empat tahun pidana penjara dan denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan.
Ardian diyakini terbukti bersalah memberikan suap kepada mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.
Jaksa meyakini, Ardian terbukti memberikan suap senilai Rp 1,9 miliar. Suap tersebut diduga untuk memuluskan penunjukan perusahaan penyedia Bansos Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020.
Uang suap itu mengalir ke dua PPK bansos Kemensos untuk periode Oktober- Desember 2020, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Uang diberikan untuk pengadaan bansos dalam periode berbeda.
Ardian memberikan uang itu agar mendapatkan penunjukan pengadaan paket bansos melalui PT Tigapilar Agro Utama. Paket bansos tersebut untuk tahap sembilan, tahap sepuluh, tahap komunitas, dan tahap 12 sebanyak 115 ribu paket.
Ardian dituntut melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. []