GELORA.CO - BUMN konstruksi, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, tengah dalam kondisi keuangan berdarah-darah. Pandemi Covid-19 membuat kinerja perseroan semakin memburuk.
Selain memiliki utang mencapai hampir Rp 90 triliun, perusahaan juga mencatatkan rugi sebesar Rp 7,38 triliun. Rugi tersebut merupakan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk.
Sebagaimana perusahaan induknya, beberapa anak perusahaan dan cucu perusahaan Waskita Karya juga membukukan kerugian.
Dikutip dari laporan keuangan konsolidasi 2020, kerugian terbesar dari anak perusahaan adalah PT Waskita Beton Precest Tbk. Perusahaan produsen beton precast dengan kode emiten WSBP ini mengalami kerugian sebesar Rp 4,759 triliun di tahun 2020.
Di PT Waskita Beton Precest Tbk yang sudah beroperasi sejak 2014 itu, Waskita Karya menjadi pengendali saham dengan porsi kepemilikan sebesar 59,99 persen.
Anak perusahaan lain yang membukukan rugi cukup besar adalah PT Waskita Toll Road, anak usaha yang dikhususkan sebagai pengembang dan operator jalan tol yang dibangun Waskita Karya.
Jumlah kerugian PT Waskita Toll Road sepanjang tahun 2020 lalu adalah sebesar Rp 956,453 miliar. Pada tahun 2019 lalu, perusahaan ini juga merugi sebesar Rp 675,960 miliar.
Waskita Karya menguasai 81,48 persen saham di PT Waskita Toll Road. Perusahaan ini menjadi pemilik beberapa konsesi tol, seperti Tol Trans Jawa.
Dua anak perusahaan Waskita Karya sisanya membukukan untung, namun relatif kecil dibandingkan total kerugian yang diderita dua anak usahanya yang lain.
Dua anak perusahaan yang membukukan untung adalah PT Waskita Karya Infrastruktur sebesar Rp 3,96 miliar dan PT Waskita Karya Realty sebesar Rp 47,82 miliar.
Cucu perusahaan juga rugi
Kerugian pada laporan keuangan juga menerpa sejumlah cucu perusahaan atau perusahaan dengan kepemilikan tidak langsung.
Cucu perusahaan Waskita Karya yang merugi antara lain PT Waskita Wado Energi sebesar Rp 5,148 miliar, PT Cimanggis Cibitung Tollways sebesar Rp 7,392 miliar.
Kemudian PT Trans Jabar Tol rugi sebesar Rp 265,315 miliar, PT Pemalang Batang Toll Road rugi sebesar Rp 456,305 miliar, dan PT Waskita Sriwijaya Tol rugi Rp 3,25 miliar.
Cucu perusahaan lain yang menderita rugi adalah PT Waskita Bumi Wira sebesar Rp 29,43 triliun, PT Tol Teluk Balikpapan rugi sebesar Rp 3,56 juta, dan PT Waskita Fim Perkasa Realti rugi sebesar Rp 429,91 juta.
Beban utang
PT Waskita Karya (Persero) Tbk juga terbelit utang besar. Akibat utang menggunung tersebut, kinerja BUMN karya itu tertekan dengan beban bunga yang sangat besar.
Dikutip dari laporan keuangan per 31 Desember 2020, total utang yang ditanggung Waskita Karya adalah sebesar Rp 89,011 triliun. Rinciannya, utang jangka pendek sebesar Rp 48,237 triliun dan utang jangka panjang sebesar Rp 40,773 triliun.
Dengan jumlah utang sebesar itu, Waskita Karya harus mengeluarkan biaya mencapai Rp 4,74 triliun hanya untuk membayar bunga saja.
Beban bunga tersebut naik sebesar 31 persen dibandingkan pada tahun 2019. Utang yang melonjak diakibatkan bertambahnya jumlah proyek ruas tol yang dibangun perosahaan.
Dari sisi laporan laba rugi, perusahaan mencatatkan rugi sebesar Rp 7,38 triliun.
Dalam laporan keuangan perusahaan tahun 2020, angka rugi tersebut merupakan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk.
Kerugian besar Waskita Karya sepanjang tahun 2020 menyebabkan jumlah ekuitas atau modal perusahaan ikut tergerus.
Per 31 Desember 2019, jumlah ekuitas perusahaan masih tercatat sebesar 29,118 triliun. Namun di akhir 2020 jumlah ekuitas anjlok hingga menyisakan sebesar Rp 16,577 triliun atau tersapu hampir separuhnya.
Sementara itu dari sisi jumlah aset juga mengalami penurunan, dari Rp 122,589 triliun di 2019 lalu menjadi Rp 105,588 triliun di akhir 2020.
Anak perusahaan digugat pailit
Selain rugi, PT Waskita Beton Precast Tbk atau WSBP, anak usaha Waskita Karya, juga digugat pailit vendornya karena masalah pembayaran utang.
Vendor yang mengeluhkan pembayaran dari Waskita Beton adalah PT Hartono Naga Persada. Perusahaan tersebut melayangkan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada 31 Maret 2021.
Gugatan tersebut merupakan buntut dari pembayaran utang yang belum diselesaikan WSBP ke pemohon. Diketahui, pemohon atau PT Hartono Naga Persada adalah salah satu pemasok bahan baku bagi WSBP.
Dalam situs resmi PN Jakarta Pusat, gugatan dengan nomor perkara 151/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst akan memulai sidang perdana pada hari ini, 8 April 2021, dengan kuasa hukum Jaya Simatupang.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, setidaknya ada tujuh petitum atau hal yang diminta oleh pemohon agar dikabulkan pengadilan.
"Menerima dan mengabulkan Permohonan Pernyataan PKPU Sementara yang diajukan oleh Pemohon untuk seluruhnya," demikian bunyi petitum pertama.
Dikutip dari Kontan, berdasarkan laporan keuangan Waskita Beton pada akhir 2020, total utang usaha WSBP sebesar Rp 3,38 triliun.
WSBP tercatat memiliki utang usaha sebesar Rp 18,1 miliar kepada Hartono Naga Persada yang tercatat sebagai pihak ketiga. Hartono Naga adalah salah satu pemasok Waskita Beton.
Respon Waskita Beton
Merespons hal tersebut, Sekretaris Perusahaan Waskita Beton Precast Siti Fathia Maisa Syafurah mengatakan, gugatan itu merupakan permintaan pelunasan utang dari PT Hartono Naga Persada sebesar Rp 5 miliar dan Rp 10 miliar.
"Gugatan tersebut dilayangkan oleh vendor penyedia bahan baku," kata dia dalam keterangannya.
Siti menyebutkan, tuntutan PKPU merupakan hak dari vendor yang bersangkutan, dan Waskita Beton berkomitmen akan berkomunikasi dan menyelesaikan kewajibannya.
"Kami menghargai upaya tersebut sebagai salah satu sarana komunikasi dalam koridor hukum untuk mencari kesepakatan," ujar dia.
Waskita Beton pun akan mengikuti segala proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Sebagai perusahaan manufaktur beton terkemuka dengan nilai aset sebesar Rp 10,6 T, kami berkomitmen dalam mengimplementasikan tata kelola perusahaan yang baik," ucap Siti. (*)