GELORA.CO - Razman Arif Nasution mundur dari jabatannya sebagai Kepala Bidang Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat versi kongres luar biasa (KLB).
Mundurnya Razman dinilai karena terkait masa depan kubu Moeldoko yang tidak jelas.
"Mungkin saja KLB ini sudah masa depannya tidak ada karena secara politik memang babak belur selain menjadi bulan-bulanan di media," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik, Adi Prayitno, kepada detikcom, Jumat (2/4/2021).
Menurut Adi, tidak mendapatkan surat keterangan (SK) dari Kemenkum HAM merupakan pukulan telak bagi kubu Moeldoko. Sehingga mudah saja bagi Razman, nilai Adi, untuk 'cabut' dari kubu Moeldoko.
"Demokrat versi KLB ini suram, sudah tidak ada bayangan untuk establish untuk mengambil alih kekuasaan yang sah AHY," kata Adi.
Selain itu, Adi menduga, peran-peran Razman bisa jadi dipinggirkan usai gagalnya kubu Moeldoko mendapatkan SK Kemenkum HAM.
"Mungkin saja peran Razman mulai dipinggirkan seiring dengan kubu ini dalam banyak hal memang babak belur," jelasnya.
Adi menilai keluarnya Razman membuktikan betapa lemahnya konsolidasi kubu Moeldoko. Karena belum panjang perjalanan politik kubu Moeldoko, namun sudah ada elite yang keluar.
"Razman sudah menyadari apa yang dilakukan selama ini keliru, makanya dia tidak mau mempertaruhkan reputasinya yang sudah dibangun sejak lama mentereng sebagai lawyer," ungkap Adi.
Diberitakan sebelumnya, Razman mengaku mundur karena beberapa hal. Salah satunya karena keberadaan Nazaruddin.
"Bukan berarti bahwa kubu AHY sudah benar. Saya tetap melihat AD/ART yang dilahirkan 2020 cacat. Saya tak bergeser dari situ, tapi menurut saya keberadaan Nazaruddin adalah beban bagi Partai Demokrat hasil KLB. Kenapa jadi beban? Itu pertimbangan saya sendiri," kata Razman di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (2/4/2021).
Razman menilai Nazaruddin kerap mengintervensi permasalahan hukum yang semestinya menjadi tugasnya. Selain Nazaruddin, Razman mengaku kerap berselisih paham dengan inisiator KLB PD, Darmizal.
Dia juga menuding tak ada upaya kubu Moeldoko melengkapi kekurangan berkas hingga berujung ditolak pemerintah. Dia juga mengaku khawatir kalah dan reputasinya rusak jika terus berada di kubu Moeldoko.
"Idealnya, menurut saya, ini dirapatkan dengan orang-orang hukum. Saya ketua tim advokasi hukum, bukan didiamkan, tapi begitu ini keluar, memukul ini semua, termasuk saya. Jadi saya khawatir di persidangan nantinya, termasuk PN Jakpus, saya tak mampu menyajikan data-data yang faktual. Sama dengan saya bunuh diri dan merusak reputasi saya," ucapnya.(dtk)