GELORA.CO - Belakangan ini, berbagai Grup Whats App (WA) yang beranggotakan kalangan aktivis politik diramaikan oleh perbincangan tentang Surat Keputusan Kepala Staf Kepresidenan No. 1B/T tahun 2021 mengenai Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria 2021 tanggal 29 Januari 2021.
Sebagian aktivis menilai, SK tersebut mengandung keganjilan. Kepala Staf kepresidenan (KSP) Moeldoko yang mengangkat dirinya sebagai Ketua Tim juga menugaskan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagai Wakil Ketua I dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Wakil Ketua II.
Dalam diktum keempat SK tersebut dinyatakan bahwa tim berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Staf Kepresidenan.
Ahli hukum administrasi negara Yusuf Saiful Zamil menilai bahwa penugasan Menteri oleh KSP merupakan hal di luar kelaziman, sebagaimana diatur oleh UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan.
“Sebenarnya tidak boleh (KSP menugasi Menteri), karena KSP bukan atasan langsung menteri,” ujar dosen Universitas Padjadjaran itu, Minggu (11/4).
Menurut Yusuf, jika tim lintas kementerian dan lembaga itu dibentuk atas arahan Presiden, mustinya dalam implementasi atas arahan tersebut tetap mengindahkan koridor hukum administrasi negara yang berlaku.
“Kewenangan atribusi (pembuat keputusan atau penugasan) harus lahir dari undang-undang. Tidak bisa berdasarkan alasan lain,” lanjutnya.
Lebih lanjut Yusuf menyatakan, akan lebih tepat jika pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria itu dilakukan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang yang memang memiliki domain tugas dan fungsi pokok terkait keagrariaan.
Penyelesaian konflik agraria merupakan janji Presiden Joko Widodo sejak kampanye Pemilu 2014. Meski pembentukan tim yang bertugas menyelesaikan konflik-konflik agraria dirasa penting, kepatuhan institusi pemerintah atas hukum administrasi negara yang berlaku juga tak kalah penting. (RMOL)