GELORA.CO - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Baby Rivona Nasution dkk yang meminta agar sakit akibat penyalahgunaan narkoba, hobi dan alkohol ditanggung BPJS Kesehatan.
MA menegaskan kebijakan negara tidak menanggung penyakit akibat narkoba, hobi dan alkohol tidak bertentangan dengan UU.
Hal itu tertuang dalam putusan nomor 55 P/HUM/2020 yang dilansir website MA, Minggu (11/4/2021). Duduk sebagai pemohon yaitu Baby Rivona Nasution, Perkumpulan Cemara dan Perkumpulan Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI).
Mereka memohon judicial review Pasal 52 ayat (1) huruf i dan huruf j Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pasal yang dimaksud yaitu berbunyi:
Pelayanan Kesehatan yang tidak dijamin meliputi gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol; gangguan kesehatan akibat sengaja menyakit diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.
Menurut pemohon, regulasi itu bertentangan dengan UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor 36 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak- Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya).
Namun apa kata MA?
"Menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon," ujar majelis yang diketuai Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi.
Menurut majelis, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Oleh karenanya permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon harus ditolak. Berikut alasan majelis:
1.Norma yang diatur dalam objek permohonan adalah merupakan norma yang bersumber dari norma yang bersifat terbuka open legal policy, yaitu Pasal 26 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Nasional yang menyatakan: Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin BPJS akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
2.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dibentuk dengan tujuan untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi setiap orang yang memiliki hak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Sedangkan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional yaitu memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
3.Terkait dengan korban penyalahgunaan NAPZA, telah ada alokasi anggaran melalui skema APBN dari Kementerian Kesehatan dan APBD. Berikutnya terkait dengan penanganan penyakit tidak menular termasuk di dalamnya penyakit akibat perilaku mengkonsumsi alkohol juga telah dialokasikan anggaran sebagaimana diatur Pasal 158, Pasal 159 dan Pasal 160 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, selain itu juga pemberian obat untuk penderita AIDS/HIV sudah diakomodir dalam program Kementerian Kesehatan.
4.Terhadap pelayanan kesehatan akibat ketergantungan obat dan/ atau alkohol, terdapat pertimbangan bahwa telah ada sumber pembiayaan lain yang telah mencakup pelayanan tersebut. Seperti rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahgunaan dan korban penyalahgunaan NAPZA yang dibiayai melalui skema APBN dari Kementerian Kesehatan dan APBD dari Pemerintah Daerah sesuai dengan Permenkes Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib Lapor, serta sumber pembiayaan lain dari instansi perlindungan saksi dan korban. Sehingga untuk menghindari tumpang tindih pembiayaan/duplikasi, maka pelayanan kesehatan tersebut dikeluarkan dalam paket manfaat JKN.
5.Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut cukup alasan hukum untuk menolak Pemohon, karena gangguan kesehatan/penyakit akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri tidak dijamin oleh pelayanan kesehatan dari program Jaminan Kesehatan, sehingga Pasal 52 ayat (1) huruf i dan j Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, tidak bertentangan dengan Pasal 3 ayat (3), Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Konvenan International tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).(dtk)