Oleh:Salamuddin Daeng
PERLAKUAN Pemerintah RI terhadap pelaku kejahatan keuangan selama ini, menimbukan kesan pemerintah secara sengaja, secara terencana dan sistematis, melindungi para bandit.
Mari kita lihat apa yang dilakukan pemerintah selama ini:
1. Pemerintah menyelenggarakan tax amesty, sebuah proyek yang ditengarai sebagai praktik pencucian uang oleh negara dan legalisasi kejahatan pajak dan kejahatan keuangan transnasional atau lintas negara.
Terbitnya UU tax amnesty yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Pengampunan Pajak atau tax amnesty) merupakan UU untuk melegalkan kejahatan. Karena proyek ini tidak mempedulikan dari mana uang itu berasal.
Cukup membayar denda pada pemerintah Indonesia maka uang para peserta tak amnesti dilegalkan. Uang haram para bandit menjadi legal.
Mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memperkirakan lebih dari 10 ribuan triliun rupiah dana yang masuk berasal dari akumulasi atau perhitungan harta kekayaan pengusaha-pengusaha kaya Indonesia yang memarkir uangnya di luar negeri sejak 1970.
Secara garis besar ada 3 sumber keuangan yang diincar dalam hal ini. Pertama, dana-dana yang berasal dari pengemplang pajak yang menjadi piutang Pemerintah.
Kedua, dana-dana yang disimpan di luar negeri yang juga bisa berasal dari hasil kejahatan pajak di Indonesia dan internasional.
Ketiga, dana-dana yang bersumber dari bisnis ilegal yang dijalankan di Indonesia atau di internasional. Seperti bisnis narkoba, prostitusi, judi, penyeludupan, pencucian uang, uang hasil korupsi, dan berbagai bentuk kejahatan keuangan lainnya.
Jika melihat sumber dana tersebut, dapat disimpulkan bahwa negara melakukan legalisasi kejahatan serius yang dilakukan oleh para koruptor, penjahat, kriminal, dan sejenisnya.
Pemberian tax amnesty kepada mereka akan membawa konsekuensi masuknya uang ilegal ke dalam institusi negara. Hal ini juga berarti bahwa negara membuka peluang lebih luas lagi bagi praktik kejahatan yang sama di masa yang akan datang.
Berdasarkan pengalaman pajak di berbagai negara, tax amnesty merupakan suatu hukuman bagi orang baik, bagi pembayar pajak yang taat, bagi orang yang bisnis bersih, dan bagi orang yang tidak korupsi.
2. Pemerintah enggan melaksanakan perjanjian Mutual Legal Assitance (MLA) yang telah disyahkan oleh Indonesia melalui UU No. 5 Tahun 2020.
UU ini disyahkan pada tanggal 6 Agustus 2O2O. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pengesahan Perjanjian Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia Dan Konfederasi Swiss yakni Treaty On Mutual Legal Assitance In Criminal Matters Between Thd Repliblic Of Indonesia And The Swiss Confederation.
Lampiran dari hasil pengesahan UU tersebut berisikan mekanisme pertukaran informasi timbal balik antara Indonesia dan Swiss dalam masalah pemidanaan dan penyitaan kasus kejahatan keuangan yang dilakukan di Indonesia.
Presiden Jokowi mengatakan, terdapat uang lebih dari Rp 11 ribu triliun yang disimpan pengusaha Indonesia di luar negeri yang diduga sebagian besar adalah hasil kejahatan keuangan. Sebagian besar uang tersebut disimpan di Swiss.
MLA adalah system hukum untuk mempidanakan para pelaku kejahatan keuangan dan menyita aset mereka.
Keengganan melaksanakan UU ini mengesankan pemerintah melindungi pelaku kejahatan keuangan. Dalam kasus Indonesia, kejahatan keuangan sebagian besar adalah kejahatan perbankan BLBI dan KLBI, pencurian sumber daya alam, korupsi, kejahatan perpajakan dan lain sebagainya.
Semuanya ini bisa diungkap dengan jelas melalui proses pidana dan penyitaan uang yang disimpan dalam rekening rahasia di luar negeri.
3. Usaha memperdatakan kasus kejahatan keuangan BLBI dan KLBI yang merupakan skandal korupsi terbesar di Republik Indonesia, nilai skandal keuangan B:BI dan KLBI setara dengan 12 kali Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia kala itu.
Upaya memperdatakan kasus kejahatan keuangan KLBI dan BLBI dilakukan oleh Pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Keputusan Presiden Tentang Penanganan Hak Tagih Negara Likuiditas Bank Indonesia. Satuan Tugas Dana BLBI berisikan;
Pasal 1 Dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aset properti, dibentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagh Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang selanjutnya disebut Satgas Penanganan Hak Tagh Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Pasal 2 Satgas Penanganan Hak Tagh Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 3 Pembentukan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia secara efektif dan efisien, berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serla ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Jadi bagaimana Sinuhun? Bisakah putar haluan? Hanya dengan menyita 11 ribu triliun rupiah APBN Indonesia bisa selamat.
Tanpa itu, semua upaya akan sia0sia alias buang-buang APBN membuat tim aneh-aneh untuk memperdatakan BLBI. Nasibnya akan sama dengan tax amnesty. Piye?
(Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)