GELORA.CO - Sri Wahyumi Maria Manalip emosional saat kembali ditangkap KPK. Drama mantan Bupati Kepulauan Talaud itu rupanya bukan kali ini saja terjadi.
Kisah Sri Wahyumi dengan rasuah di KPK sebelumnya adalah saat dirinya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 30 April 2019. Dia ditangkap berkaitan dugaan suap-menyuap terkait revitalisasi pasar di wilayahnya.
Singkat cerita, Sri Wahyumi ditetapkan sebagai tersangka bersama anggota tim sukses Sri Wahyumi atas nama Benhur Lalenoh dan seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo. Sri Wahyumi dibawa ke meja hijau hingga akhirnya dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Setelahnya, Sri Wahyumi divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia diyakini bersalah menerima suap dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.
Sri Wahyumi dinyatakan menerima barang mewah dari Bernard senilai total Rp 491 juta. Berikut rinciannya:
- Telepon satelit merek Thuraya beserta pulsa Rp 28 juta
- Tas tangan merek Balenciaga seharga Rp 32,9 juta dan tas tangan merek Chanel seharga Rp 97,3 juta
- Jam tangan merek Rolex seharga Rp 224 juta.
- Cincin merek Adelle seharga Rp 76,9 juta dan anting merek Adelle seharga Rp 32 juta
Sri Wahyumi tak terima dengan putusan itu, kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK). Mahkamah Agung (MA) pun mengabulkan PK dan menyunat hukuman Sri Wahyumi dari 4 tahun 6 bulan menjadi 2 tahun penjara. Namun kurir suap Benhur Lelonoh malah dihukum lebih berat, yaitu 4 tahun penjara.
Waktu berlalu hingga akhirnya Sri Wahyumi bebas dari penjara setelah menjalani masa hukumannya. Dia bebas pada 29 April 2021, tapi di hari yang sama kembali ditangkap KPK dan dijadikan tersangka dugaan penerimaan gratifikasi Rp 9,5 miliar.
Namun, saat konferensi pers di KPK, tak tampak sosok Sri Wahyumi. Padahal kebiasaan di KPK seorang tersangka ditampilkan ke publik sebelum ditahan.
Rupanya Sri Wahyumi sempat mengamuk saat hendak ditahan KPK. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menuturkan emosi Sri Wahyumi tak stabil saat akan dihadirkan dalam konferensi pers KPK.
"Tidak bisa menampilkan tersangka karena berupaya menyampaikan tapi kemudian, setelah akan dilakukan penahanan, keadaan emosi tidak stabil. Kami tidak bisa menampilkan yang bersangkutan," ucap Ali di KPK, Kamis (29/4/2021).
Namun Ali memastikan semua syarat penahanan atas Sri Wahyumi sudah dipenuhi. Dalam kasus ini, Sri Wahyumi diduga menerima gratifikasi Rp 9,5 miliar proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud pada 2014-2017.
Namun, dalam jalannya sidang dulu, sempat ada drama ketika Sri Wahyumi duduk sebagai terdakwa.
Tersebut pada Senin, 2 Desember 2019, Sri Wahyumi membacakan pleidoi atau nota pembelaan terhadap tuntutan jaksa. Kala itu Sri Wahyumi membantah keras telah menerima suap.
"Tuntutan jaksa sama sekali tidak didukung bukti. Saya tidak melakukan korupsi uang negara, tidak menerima suap, tidak menerima janji apa pun yang sifatnya menyalahgunakan jabatan saya. Tidak ada gratifikasi karena barang apa pun belum ada di tangan saya," kata Sri Wahyumi saat itu.
Selama membaca nota pembelaan, Sri Wahyumi menangis. Dia merasa keberatan dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa KPK.
"Tujuh tahun penjara ini sangat memberatkan bagi saya dan sungguh tidak adil. Sepertinya saya ini sudah dianggap melakukan kejahatan luar biasa bagi masyarakat dan daerah yang saya pimpin," kata dia.
"Apakah tuntutan ini adalah imbalan atas kerja keras saya yang selama ini membangun Indonesia dari ujung perbatasan," sambung Wahyumi.
Sri Wahyumi menyebut perusahaan milik Bernard Hanafi Kalalo tidak pernah menang tender proyek karena tidak memenuhi syarat. Tapi dirinya sudah terkena operasi tangkap tangan oleh KPK pada 30 April 2019.
"Bernard tidak menang tender karena tidak memenuhi syarat, tapi tanggal 30 April saya ditangkap KPK," jelas dia.
Soal handphone satelit, dia mengaku tidak tahu bahwa barang itu berasal dari Bernard karena diserahkan stafnya di salah satu hotel. Tapi barang itu tidak berfungsi sehingga ingin dikembalikan ke Bernard dan KPK.
"Saya pernah gunakan sekali, tapi tidak berfungsi. Maksud saya ingin mengembalikan ke Bernard karena toh tidak bisa digunakan. Dan saya berniat ingin mengembalikan ke KPK, tapi saya tidak diberi kesempatan KPK. Jelang 1 minggu saya ditangkap KPK, inikah perlakuan yang adil bagi saya selaku WNI (warga negara Indonesia)," kata dia.
Sri Wahyumi mengklaim, selama menjabat kepala daerah, dirinya dikenal baik oleh masyarakat atas kinerjanya di Kabupaten Kepulauan Talaud. Namun jika ingin mengetahui kesalahannya, bertanyalah kepada lawan politiknya.
"Jika penyidik dan penuntut umum ingin mengetahui pribadi kebaikan dan keberhasilan saya, tanyakanlah ke teman-teman saya dan masyarakat Talaud. Jika ingin mencari kesalahan saya, tanyakanlah kepada lawan politik saya. Karena inilah jawaban perkara ini," ucap dia.
Dalam akhir nota pembelaan, Sri Wahyumi meminta izin majelis hakim untuk bernyanyi sebuah lagu berjudul 'Di Doa Ibuku Namaku Disebut'. Dia pun bernyanyi sembari menangis.
"Mengakhiri pembelaan saya, saya ingin menyanyikan sebuah lagu, lagu ini saya persembahkan untuk ibunda tercinta karena selalu mendoakan anaknya," tutupnya.(dtk)