GELORA.CO - "Arah angin" kasus 'unlawful killing' terhadap 6 anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 7 Desember 2020 lalu, kini berbalik.
Semula, 6 anggota Laskar FPI sempat dijadikan tersangka oleh Polri, pada 3 Februari 2021, karena dianggap menyerang duluan. Penetapan itu lantas dicabut selang sehari kemudian.
Kini, 3 orang polisi yang menjadi terduga penembak mereka dinaikkan statusnya menjadi tersangka.
Namun, satu orang di antara mereka, yakni Ipda Elwira Priyadi Zendrato, yang meninggal dunia pada 4 Januari 2021 karena kecelakaan tunggal, dihentikan penyidikan terhadapnya karena sudah meninggal.
Sehingga dengan demikian, yang jadi tersangka adalah dua orang.
"Tentang peristiwa KM 50, 3 anggota Polri sebagai terlapor. Hari Kamis kemarin, penyidik telah melaksanakan gelar perkara. Kesimpulannya, status dari terlapor tersebut dinaikkan menjadi tersangka," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono, Selasa (6/4/2021).
"Kepada rekan-rekan sekalian kita tunggu saja kasus KM 50 ini secara profesional, transparan, dan akuntabel," Rusdi melanjutkan.
Seperti diketahui, Bareskrim Polri telah menaikkan status perkara "unlawful killing" tersebut dari penyelidikan ke penyidikan pada Rabu (10/3/2021).
Sejak saat itu, 3 anggota Polda Metro Jaya masih menjadi terlapor kasus pembunuhan dan penganiayaan 6 anggota laskar FPI yang terjadi pada 6-7 Desember 2020 di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
3 anggota Polda Metro Jaya tersebut telah dibebastugaskan untuk keperluan penyidikan. Ketiganya dikenakan Pasal 338 juchto Pasal 351 KUHP tentang pembunuhan dan penganiayaan.
Komnas HAM pada 8 Januari 2021 telah melaporkan hasil penyelidikan, di mana Komnas HAM menyimpulkan bahwa penembakan tersebut merupakan pelanggaran HAM.
Menurut Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam penembakan enam laskar merupakan "unlawful killing" sebab dilakukan tanpa upaya menghindari jatuhnya korban oleh aparat kepolisian.
Anam meminta Kepolisian menjelaskan secara rinci kepada publik terkait kematian Ipda Elwira.
"Kami harap Kepolisian dapat menjelaskan secara rinci agar publik tidak bertanya-tanya," kata Choirul Anam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/4/2021), seperti dikutip dari Antara.
Anam mengatakan, Komnas HAM mendapatkan banyak pertanyaan dari masyarakat terkait kematian satu polisi terduga penembak 6 anggota Laskar FPI, apakah normal atau tidak.
"Kematian Elwira, berdasarkan penyelidikan Komnas HAM tidak ganggu konstruksi peristiwa. Semua keterangan sudah kami dapatkan karena sudah kami periksa dua kali secara mendalam," ujarnya.
Choirul Anam menyebut, Komnas HAM sudah mengingatkan Kepolisian agar bekerja akuntabel, dan itu harus dicerminkan dengan manajemen penegakan hukum bukan pengelolaan isu.
Anam mencontohkan pengelolaan isu yang ia maksud, salah satunya terkait Polri mengumumkan enam Laskar FPI sebagai tersangka, padahal sudah meninggal, lalu kemudian penetapan itu dicabut.
"Itu contoh manajemen isu, bukan penegakan hukum. Lalu Elwira tiba-tiba diumumkan meninggal. Kalau penegakan hukum, pasti ada orang yang dipanggil sebagai saksi, lalu proses pemeriksaan yang diumumkan," tuturnya. []
Door Stop Divisi Humas Polri, Terkait Situasi Kamtibmas Terkini, Selasa, 06 April 2021 https://t.co/3VXcL5w7UO
— Divisi Humas Polri (@DivHumas_Polri) April 6, 2021