GELORA.CO - Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar FPI, Abdullah Hehamahua membeberkan fakta mengejutkan terkait kondisi 6 anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas ditembak mati oleh polisi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada 7 Desember 2020 lalu.
Dalam tayangan di kanal YouTube Ustadz Demokrasi pada 13 April 2021, Hehamahua mengungkap bagaimana luka yang dialami 6 orang tersebut saat jenazah mereka dimandikan.
Luka-luka tersebut, menurut Hehamahua, tidak mungkin dilakukan polisi di dalam mobil.
"Saksi (mengatakan), ketika jenazah dimandikan, rata-rata ada dua peluru, sebelah kiri jantung, kemaluan dianiaya siksa, bagian belakang luka bekas, dan bagian depan luka bakar. Kalau Komnas HAM mengatakan di dalam mobil, bagaimana menganiaya di dalam mobil?" katanya.
Abdullah menyebut, polisi sendiri tanpa sadar telah mengakui bahwa anggotanya memang telah melakukan pelanggaran HAM berat. Hal tersebut terlihat di dalam berkas tuntutan pihak kepolisian.
"Dalam tuntuan kepolisian menyatakan Pasal 338 (pembunuhan) dan 351 (penganiayaan yang mengakibatkan kematian), berarti secara tanpa sadar polisi mengakui ada pelanggaran HAM berat karena ada penganiayaan," katanya.
Menurut Abdullah, kasus penembakan mati 6 anggota laskar FPI tersebut bersifat politis, alih-alih kriminal murni. Ia mengaitkan kasus tersebut dengan kepulangan Rizieq Shihab (HRS) dari Arab Saudi.
Menurut pengakuannya saat bertemu dengan HRS di Mekkah, Arab Saudi tahun 2019, saat itu pemerintah Indonesia tengah melarang HRS keluar dari Arab.
"Kenapa tiba-tiba di tahun 2020 pemerintah begitu welcome terhadap Habib Rizieq," katanya.
Bukti bahwa kasus tersebut politis, kata Abdullah, dapat dilihat dari rangkaian kegiatan FPI dan Rizieq semenjak pulang dari Arab.
"Nikahan itu aparat pemerintah tahu, intel tahu, kenapa tidak diantisipasi? Ini kan semacam dijebak. Lalu terjadi kasus pelanggaran prokes. Bayar cash Rp50 juta. Ini soal politik, karena 2017, dalam teori politik apapun, Ahok harus menang jadi gubernur," katanya.
Sebelum menyampaikan itu semua, Abdullah terlebih dahulu mengecam tindakan penembakan mati 6 anggota Laskar FPI tersebut.
"Kucing meninggal saja saya sedih. Ada yang menganiaya saya marah. Ini enam orang. Anak muda yang mempunyai potensi menjadi calon pemimpin masa depan,” katanya.
Abdullah juga mengaku bahwa semua yang ia bilang berdasarkan investigasinya sebagai wartawan.
"Saya datang sebagai wartawan. Investigasi. Saya datangi keluarga 6 orang itu. 3 orang ibunya janda. Semuanya orang miskin," katanya. []