GELORA.CO - Ekonom senior DR Rizal Ramli sudah sepantasnya jadi salah satu calon presiden (capres) pada 2024. Karena Indonesia membutuhkan pemimpin yang visioner untuk kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
Demikian disampaikan Dewan Pendiri Koalisi Peduli Indonesia (KPI), Hilman Firmansyah, melalui keterangannya kepada Redaksi, Senin (8/3).
Dituturkan Hilman, sejak mahasiswa sosok Rizal Ramli telah menempatkan diri sebagai pejuang demokrasi dan keadilan yang memiliki keberpihakan kuat kepada rakyat.
Seperti pada 1976, sebagai mahasiswa Rizal Ramli menjadi konseptor dan penggerak Gerakan Anti Kebodohan (GAK) sebagai kepedulian dan tanggung jawab moral terhadap sekitar 8 juta anak Indonesia yang ketika itu tidak mampu mengenyam pendidikan karena persoalan kemiskinan. Gerakan ini menghasilkan Undang-Undang Wajib Belajar yang dimulai pada 1984.
Pada 1978, Rizal Ramli menjadi tokoh aktivis mahasiswa yang menentang sistem pemerintahan otoritarianisme Orde Baru yang sarat dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta berbagai pelanggaran konstitusi. Akibatnya, Rizal Ramli dkk dipenjara selama 1,5 tahun di penjara militer dan LP Sukamiskin.
"Sebagai ekonom senior dengan reputasi internasional, penasihat PBB beserta tiga pemenang Nobel, DR Rizal Ramli memahami seluk beluk persoalan perekonomian nasional dan memiliki rekam jejak nyata berpihak kepada rakyat," terang Hilman.
Rekam jejak ini terbukti saat Rizal Ramli memegang jabatan menteri bidang perekonomian serta jabatan lainnya. Baik di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Joko Widodo, sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya.
"Sikapnya yang kritis, konstruktif, namun berciri problem solver, secara konsisten disuarakan dan diperjuangkan, baik saat di dalam maupun di luar pemerintahan," sambungnya.
Lebih lanjut, Hilman memaparkan, pada 2009 Rizal Ramli didukung oleh 12 partai politik peserta pemilu untuk menjadi Calon Presiden RI. Partai-partai yang bergabung dan menamakan diri Blok Perubahan ini memiliki jumlah suara 11,88 persen (12.380.227 suara), dengan kader-kader yang menempati ribuan kursi DPRD tingkat Provinsi dan Kabupaten.
Namun partai-partai yang telah lulus verifikasi ini tidak bisa mencalonkan presiden karena adanya presidential threshold 20 persen.
Hilman melihat Rizal Ramli sangat dirugikan oleh sistem presidential threshold yang berlaku saat ini.
Ditambah lagi, partai-partai besar yang menawarkan Rizal Ramli untuk menjadi Capres bersikap sangat transaksional, yaitu meminta biaya finansial yang sangat besar (Uang Mahar, red) sebagai ongkos dukungan.
Hal ini tentu tidak mungkin dan tidak sanggup dilakukan oleh Rizal Ramli. Selain tidak memiliki kekayaan yang besar, selama kariernya memegang berbagai jabatan penting Rizal Ramli tidak pernah korupsi.
Pernah ada yang bertanya apakah Rizal Ramli dapat membuktikan adanya praktik transaksional yang dilakukan oleh partai-partai politik besar, seperti yang dialaminya dalam Pilpres 2014 maupun Pilpres 2019.
Pertanyaan seperti ini pada dasarnya sangat naif, karena proses tawar menawar dalam politik atau dalam Pilpres adalah sangat mustahil ada buktinya.
Ditambahkan Hilman, sebagai cendekiawan dan profesional, sejak muda Rizal Ramli selalu menjaga integritas pribadi, serta memiliki keberpihakan yang tinggi kepada kepentingan rakyat dan bangsa.
Kini, nama Rizal Ramli kembali mencuat untuk menjadi capres pada 2024. Sejumlah elemen masyarakat pun mulai memberikan dukungan kuat kepada Rizal Ramli.
Hilman menegaskan, ini membuktikan bahwa Rizal Ramli sang maestro ekonomi sangat diharapkan untuk dapat memberikan perubah bangsa yang lebih baik ke depan.
"Rakyat butuh pemimpin visioner, berani, dan berpihak terhadap kepentingan rakyat," demikian Hilman. (*)