GELORA.CO - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6 laskar FPI mendesak agar insiden Km 50 dibawa ke pengadilan HAM. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam tak menyoal wacana tersebut dan menilai itu adalah hak warga negara.
"Bagi kami siapapun yang memilih mengembangkan gagasan dan lain sebagainya, ya silakan saja, itu hak mereka.
Tapi yang paling pasti adalah bagaimana sikap Komnas HAM tetap pada rekomendasi Komnas HAM," tegas Anam kepada wartawan saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).
"Karena memang sampai saat ini fakta-faktanya memang demikian. Fakta yang kami dapatkan dari FPI, fakta yang kami dapatkan dari kepolisian, fakta yang kami dapatkan dari masyarakat, bukti-bukti macem-macem, bukti-bukti kesaksian, bukti2-bukti video, audio dan lain sebagainya masih menunjukkan itu," jelas Anam.
Dia mengatakan tidak mungkin menyimpulkan kasus tanpa berdasar pada fakta. Sejak menangani kasus KM 50 Tol Japek, Anam menyebut banyak yang menilai kasus ini merupakan pelanggaran HAM yang berat.
"Ketika kami tanya, kamu punya bukti nggak? Ada faktanya nggak? Dan lain sebagainya, tidak bisa menunjukkan. Lah itu yang menurut kami, ya ndak bisa. Jadi kalau apapun kesimpulan kita, basisnya adalah fakta. Basisnya bukan opini dan bukan asumsi," ungkap Anam.
Anam tidak ingin terjebak dengan opini yang menyebut peristiwa KM 50 adalah pelanggaran HAM berat.
"Salah satu yang paling penting begini, dari 130 ribu sekian video, yang kami dapatkan dari Jasa Marga, tidak menunjukkan atensi untuk melakukan penghilangan nyawa sejak awal. 13.000 sekian video, itu tidak menunjukkan itu," tegasnya.
Anam kembali menegaskan, jika kematian 6 laskar FPI tersebut masih jauh untuk dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat. Namun, jika ada pihak lain yang membangun konstruksi sendiri, Komnas tak menyoal.
"Asalkan untuk kepentingan publik luas bukan semata mata untuk penegakan hukum tapi untuk penegakan publik luas agar tahu kebenarannya seperti apa. Kalau enggak ya kasihan publik," tutup Anam.(dtk)