GELORA.CO - Tudingan miring dari pengamat komunikasi politik Effendi Gazali terkait kegiatan redaksi KATTA.ID yang hendak menyusun laporan tentang kasus bantuan sosial Covid-19 di Kementerian Sosial ditanggapi enteng
Tudingan miring disampaikan Effendi sesaat sebelum menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (25/3) kemarin.
Tudingan tersebut oleh Pemimpin Redaksi KATTA.ID, Ade Mulyana justru dianggap sebagai hal menarik. Seolah menunjukkan semangat Effendi untuk membesarkan KATTA.ID yang tinggi hingga dia lupa menjawab pertanyaan wartawan.
“Khususnya pertanyaan soal benar tidaknya menjadi pemilik kuota bansos Covid-19,” kata Ade Mulyana kepada redaksi, Jumat (26/3).
Ade mengatakan, ada banyak contoh kasus di Indonesia di mana seseorang yang namanya disebut atau diberitakan terkait kasus korupsi melakukan serangan balik, di antaranya membuat laporan dengan tuduhan pencemaran nama baik dan tuduhan lainnya.
"Sebagai pakar komunikasi, Pak Effendi tentu paham betul harus melakukan apa agar materi pemeriksaan di kasus bansos tidak menjadi perhatian media dan publik," imbuh Ade.
Ade tidak membantah bahwa ada tim redaksi KATTA.ID yang melakukan komunikasi melalui pesan WhatsApp dan wawancara tatap muka dengan Effendi. Langkah-langkah itu ditempuh dalam rangka konfirmasi sekaligus klarifikasi untuk penyusunan laporan berita terkait dugaan keterlibatan Effendi dalam kasus bansos Covid-19.
Hal yang dikonfirmasi kepada Effendi antara lain terkait informasi sebagai pemilik kuota paket pengadaan sembako pada gelombang pertama dan delapan dari 12 gelombang pengadaan.
Ade menjelaskan bahwa pada gelombang pertama tertulis nama Effendi Gazali (pengamat politik) sebagai pemilik 162.250 paket bansos dengan nilai kontrak senilai Rp 48.75 miliar. Sementara pada pengadaan gelombang delapan, nama Effendi Gazali tertulis sebagai pemilik 20 ribu kuota.
Pengadaan sembako total 164.255 paket atas nama Effendi kemudian dikerjakan oleh vendor yang sama, yakni CV berinisial HBN.
Atas temuan itu, kata Ade, ada banyak informasi lain yang juga perlu dikonfirmasi kepada Effendi sebagai bagian dari kerja-kerja jurnalistik.
“Perlu saya sampaikan bahwa redaksi sangat kaget dengan informasi nama Pak Effendi muncul sebagai pemilik kuota bansos, apalagi sebelumnya Pak Effendi juga pernah diperiksa sebagai saksi di kasus suap benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan,” tegasnya.
"Kami percaya betul Pak Effendi tidak terlibat, dan karenanya KATTA.ID menyediakan ruang kepada Pak Effendi untuk menyampaikan jawaban," tutur Ade.
Dituturkannya, permintaan konfirmasi awalnya dilakukan melalui pesan Whatsapp pada 16 Maret 2021 seperti disampaikan Effendi. Langkah ini ditempuh dengan pertimbangan saat ini tengah pandemi Covid-19. Meski begitu, Effendi tidak mengijinkan semua jawabannya dikutip dalam berita.
Effendi berkenan untuk diberitakan jika redaksi melakukan wawancara tatap muka. Effendi menawarkan untuk bertemu di kantor redaksi atau di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), di mana Effendi sendiri menghendaki tatap muka dilakukan di TMII dengan menyebut banyak tempat santai untuk mengobrol.
Redaksi memenuhi ajakan Effendi bertemu di Taman Kebudayaan Tionghoa, TMII, pada tanggal 17 Maret 2021. Tetapi Effendi kembali melarang redaksi untuk merekam pembicaraan dan mengabadikan pertemuan. Selain itu, Effendi juga meminta seluruh pembicaraannya tidak dijadikan berita.
"Tapi foto wartawan KATTA.ID yang bertemu Pak Effendi di Taman Kebudayaan Tionghoa menyebar. Saya pastikan foto yang juga ditunjukkan Pak Effendi sebelum menjalani pemeriksaan penyidik KPK itu diambil staf Effendi yang hadir dalam pertemuan. Kuat dugaan saya pertemuan sudah di-setting untuk menjebak. Terbukti Pak Effendi mengakui merekam pembicaraan dalam pertemuan itu," tutur Ade.
Salah satu pendiri Ikatan Wartawan Online (IWO) ini mengatakan, Effendi menyampaikan penekanan kepada wartawannya dengan membawa-bawa nama anggota Dewan Pers, pemimpin redaksi media online dan cetak, serta aktivis anti korupsi.
Bahkan Effendi menyingung nama-nama komisioner KPK yang disebut sebagai kenalannya, serta mengaku memiliki BAP kasus bansos yang menurutnya didapat dari seseorang dari pimpinan KPK. Effendi juga meminta saran untuk mengurangi efek buruk pemberitaan bagi keluarga terutama anaknya.
"Tuduhan Pak Effendi seolah-olah ada permintaan sejumlah uang tidaklah benar. Kita punya semua chat WhatsApp Pak Effendi termasuk beberapa chat yang dia hapus. Soal isi pesan yang dihapus tidak perlu saya ungkap," singgung Ade.
Terlepas dari tudingan pemerasan dan ancaman melaporkan jurnalis KATTA.ID ke Dewan Pers, Ade Mulyana mengatakan pemeriksan oleh penyidik KPK membuktikan informasi yang pernah dikonfirmasi redaksi KATTA.ID lebih dari sepekan lalu kepada Effendi terkait kasus bansos bukan mengada-ada.
Dia berharap Effendi yang juga pernah diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap izin ekspor benur yang menjerat mantan Menteri KKP Edhy Prabowo, jujur dan transparan menyampaikan terkait posisi dan perannya yang disebut sebagai pemilik kuota paket sembako.
"Masak iya pemeriksaan KPK tanpa didasari kesaksian para pihak yang terkait dengan perkara bansos seperti dikatakan Pak Effendi? Jadi saya kira, wajar saja bila Pak Effendi menempuh cara-cara setidaknya bagaimana nama Pak Effendi di kasus bansos tidak menjadi sorotan media dan publik," imbuh Ade.
Terakhir, Ade berharap KPK mengusut tuntas kasus korupsi bansos Covid-19 termasuk segera menetapkan tersangka baru. Ditegaskannya, korupsi adalah musuh bersama yang menjadi penyebab rusaknya bangsa dan negara.
"Kami berharap tuduhan tak berdasar Pak Effendi Gazali terhadap KATTA.ID tidak membuat fokus terhadap kasus dan penuntasan kasus korupsi Bansos Covid-19 terabaikan. Termasuk membongkar terkait munculnya nama Pak Effendi yang disebut-sebut menjadi satu dari belasan nama pemilik kuota pengadaan paket sembako Covid," demikian kata Ade Mulyana. (RMOL)