GELORA.CO - Protes damai di Myanmar telah berubah menjadi peristiwa berdarah. Kekerasan dan penggunaan kekuatan oleh aparat keamanan terhadap demonstran Myanmar terus menambah korban jiwa.
Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan, sejak kudeta militer pada 1 Februari hingga Rabu (3/3), setidaknya ada 38 orang yang meninggal dunia.
Aksi protes pada Rabu menjadi salah satu yang paling berdarah. Korban jiwa bertambah banyak dan bahkan di antara mereka adalah remaja belasan tahun.
Salah satunya adalah seorang gadis berusia 19 tahun.
Menurut seorang jurnalis Myanmar, Aung Naing Soe, gadis itu ditembak dan dibunuh oleh preman militer dalam aksi protes di Myanmar pada Rabu.
Ketika itu gadis itu mengenakan kaus bertuliskan "Everything will be OK", seakan memberikan harapan bahwa semua akan baik-baik saja.
"Botol Coca Cola di tangannya adalah untuk membantu mereka yang terkena gas air mata," tambah Aung Naing Soe, dalam cuitannya di Twitter.
"Dia mengorbankan hidupnya untuk mengajari kita bahwa ada harapan," lanjut dia.
"Ini adalah revolusi yang harus dimenangkan," tekan Aung Naing Soe.
Gadis itu tidak sendirian, menurut Radio Free Asia, setidaknya ada empat anak yang dilaporkan menjadi korban jiwa dalam insiden pada Rabu. Bahkan salah seorangnya adalah remaja lelaki berusia 14 tahun yang ditembak mati tentara dalam konvoi truk militer yang lewat di Myingyan.(RMOL)