GELORA.CO - Pemerintah mengeluarkan aturan baru untuk tata cara investasi di Indonesia termasuk salah satunya adalah minuman beralkohol (minol) di beberapa wilayah. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pelonggaran aturan investasi di sektor minol tidak berdampak besar bagi ekonomi masyarakat. Justru pelonggaran minol ini akan berefek negatif ke depannya.
"Pelonggaran aturan investasi di sektor minol ini dampak terhadap ekonomi masyarakat di daerah sebenarnya kecil, tapi efek negatif ke depan justru besar," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Minggu (28/2/2021).
Menurut Bhima, memang produksi dari minol ini hanya di beberapa wilayah saja. Namun, tetap saja penjualannya akan sangat sulit untuk diatur. Pasalnya, produsen minuman beralkohol tersebut pasti akan menjual juga di daerah-daerah lain. Mengingat, yang menjadi pertimbangan investor untuk masuk adalah melihat dan mengincar pasar dalam negeri.
"Meskipun basis produksinya di beberapa daerah tentu penjualannya sulit diatur hanya di daerah tersebut. Pastinya pertimbangan investor adalah pasar minol dalam negeri," jelasnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Regulasi itu telah ditandatangani oleh Kepala Negara sejak 2 Februari 2021 lalu, salah satu yang dibahas adalah investasi minuman keras (miras).
Adapun beberapa aturan penjualan minuman keras yang diatur dalam Perpres Nomor 10 tahun 2021 yang pertama adalah Bidang usaha yang merupakan industri minuman keras mengandung alkohol.
Untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Kemudian penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
Sementara untuk industri minuman mengandung alkohol anggur, persyaratan untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Kemudian, penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
Selanjutnya, untuk industri minuman mengandung malt, penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Kemudian, penanaman modal di luar huruf a, dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan usulan gubernur.
Lalu untuk perdagangan eceran minuman keras atau alkohol, jaringan distribusi dan tempatnya khusus. Dan terakhir untuk perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau alkohol, jaringan distribusi dan tempatnya khusus. (*)