GELORA.CO - Nama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly turut diseret dalam pusaran kasus Djoko Tjandra. Adalah mantan Kadiv Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte yang menyebut nama politisi senior PDIP itu dalam sidang pledoi yang digelar di Pengadilan Tipikor, Senin pekan lalu (22/2).
Dalam sidang pembelaan itu, Napoleon Bonaparte menyebut bahwa penghapusan status buronan atau DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi bukan bagian dari tanggung jawabnya.
Napoleon lantas menunjuk hidung Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly sebagai salah satu yang berwenang atas penghapusan tersebut.
"Bahwa penghapusan nama Djoko Soegiarto Tjandra dalam sistem ECS adalah kewenangan Menteri Hukum dan HAM RI (Yasonna Laoly) atau Dirjen Imigrasi (Jhoni Ginting)," katanya
"Sehingga bukan tanggung jawab Terdakwa karena memang Terdakwa tidak memiliki kewenangan itu,” demikian Napoleon.
Bagi Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule, pembelaan Napoleon Bonaparte masuk akal.
Sebab, menurutnya penghapusan status DPO Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) memang kewenangan dan tanggung jawab Menkumham, Yasonna Laoly.
Atas alasan itu, Iwan Sumule mendesak polisi untuk turut melakukan pemeriksaan terhadap Yasonna.
“Kepolisian mesti segera periksa Yasonna,” desaknya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (2/3).
Dalam hal ini, Iwan Sumule menekankan agar hukum bisa tegak berdiri. Dia mengingatkan bahwa ketidakadilan yang terjadi sesungguhnya menjadi penyebab rakyat tersakiti. Jika rakyat sudah tersakiti, maka bukan tidak mungkin gelombang protes akan terjadi.
“Mereka dihadapkan pada pilihan bangkit melawan atau tertindas. Sesungguh-sungguhnya, rakyat adalah pemegang daulat,” demikian Iwan Sumule.(RMOL)