Menyoal Restu Jokowi Buka Investasi Miras di 4 Provinsi

Menyoal Restu Jokowi Buka Investasi Miras di 4 Provinsi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuka gerbang investasi untuk minuman beralkohol atau minuman keras (miras) di 4 provinsi. 

Hal itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Melalui kebijakan itu pemerintah membuka pintu untuk investor baru baik lokal maupun asing untuk minuman beralkohol di 4 provinsi yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Lalu apakah kebijakan ini akan memberikan pengaruh terhadap ekonomi?

Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy menilai pengaruhnya akan sangat kecil terhadap ekonomi, khususnya untuk 4 provinsi itu sendiri.


"Saya belum menemukan pengaruh investasi minuman beralkohol ke daerah yang dimaksud. Daerah-daerah yang dimaksud lebih banyak ekonominya didorong bukan kepada industri minuman beralkohol tetapi kepada sektor lain," tuturnya kepada detikcom, Minggu (28/2/2021).

Yusuf mencontohkan Papua, provinsi paling timur itu menurutnya lebih banyak didorong oleh industri pertambangan. Sementara Bali banyak didukung pariwisata.

Selain itu menurut Yusuf kebijakan ini memancing penolakan dari berbagai pihak. Dengan begitu potensi resistensi dari kebijakan miras ini cukup besar.

"Sehingga pada muaranya akan berdampak pada minat investor nantinya," tambahnya.

Sementara Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai justru kebijakan itu membuat wajah Indonesia di mata investor asing khususnya dari negara muslim kurang bagus.

"Banyak sektor yang bisa dikembangkan selain industri miras. Kalau hanya punya dampak ke tenaga kerja, sektor pertanian dan pengembangan agro industri harusnya yang dipacu," terangnya.

Menurut Bhima dengan dibukanya investasi miras akan berdampak buruk secara jangka panjang. Selain kesehatan, berpotensi menimbulkan gejolak sosial.

"Apalagi kalau produk mirasnya ditawarkan ke pasar dalam negeri. Sebaiknya aturan ini direvisi lagi dengan pertimbangan dampak negatif dalam jangka panjang. Ini bukan sekadar pertimbangan moral tapi juga kerugian ekonomi dari sisi kesehatan," tutupnya.

Yusuf Rendy mengatakan ada hal penting yang harus diperhatikan pemerintah. Indonesia yang mayoritas beragama Islam tentu akan sangat sensitif dengan kebijakan itu.

Jika terjadi penolakan dari masyarakat hingga memicu gejolak politik maka investor juga akan ragu untuk masuk ke Indonesia.


"Saat ini keputusan pemerintah membuka jenis investasi ini mendorong penolakan dari beragam pihak. Jika demikian potensi resistensi dari kebijakan ini cukuplah besar. Sehingga pada muaranya akan berdampak pada minat investor nantinya," tuturnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman Indonesia (APIDMI) Ipung Nimpuno juga mengatakan hal yang sama. Produsen minuman beralkohol juga akan sangat memperhatikan kondisi politik sebuah negara sebelum berinvestasi.

"Agak berat juga, apalagi kondisi politiknya kalau sering gonjang-ganjing, sentimen keagamaan diangkat, ya investor juga males. Segala kemungkinan bisa saja terjadi," tuturnya.

Namun Ipung melihat keempat provinsi yang dipilih itu cenderung minim gejolak terkait agama. Akan tetapi bisa saja digoreng isu moral.

"Saya prediksi ya kalau daerah-daerah yang relatif stabil sosial, politik dan keamanannya pasti diminati. Karena environment-nya mendukung," ucapnya.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita