GELORA.CO - Kubu Partai Demokrat (PD) versi KLB (Kongres Luar Biasa) melakukan manuver politik dengan menggelar konferensi pers di Hambalang.
Video rekaman acara yang beredar secara viral menunjukkan kerumunan orang tanpa protokol kesehatan berjubel di tenda putih kecil yang didirikan di tengah sebuah lahan kosong. Sementara itu, hujan turun dengan deras dan petir menyambar kian kemari.
Pemandangan siang (25/3) itu mirip seperti kisah para petugas pemakaman dan pelayat yang terjebak di tenda makam lantaran kepungan air. Tak pelak, momen itu memancing komentar satir dari Ketua Bappilu PD Andi Arief di akun twitternya, @Andiarief__.
“Saya kira cuma ada di sinetron televisi. Ternyata ada di dunia nyata. Betul teori bahwa yg diimajinasikan bisa direalisasikan,” cuit Andi.
Sebelumnya, Andi menuliskan twit yang tak kalah gokil, bahwa ada mantan kader Demokrat yang kabarnya kena sambar petir, tapi untung (selamat) karena masih terlindung oleh tenda.
Beberapa pengamat menilai, manuver Kubu Moeldoko menggelar konferensi pers di lokasi tersebut adalah untuk menyerang kubu AHY. Kasus korupsi dalam pembangunan wisma atlet Hambalang terjadi di era SBY dan melibatkan banyak elit partai penguasa waktu itu. KPK menetapkan beberapa tokoh sentral partai bintang mercy di era jayanya, termasuk Anas Urbaningrum dan M Nazaruddin, sebagai tersangka. Keduanya akhirnya divonis bersalah oleh pengadilan walau kini Nazar telah bebas duluan.
Karena itulah, penyelenggaraan konferensi pers di Hambalang terkesan aneh. Meskipun yang hendak diserang adalah SBY atau kubu AHY, narasi kasus korupsi Hambalang juga dapat “membakar” Nazar dan Anas. Disadari atau tidak, tindakan PD kubu Moeldoko tersebut memancing publik untuk membongkar kembali file-file lama pemberitaan kasus Hambalang, dimana akhirnya peran Nazar maupun Anas dalam kasus itu disorot kembali.
Tentu saja, konferensi pers di Hambalang dapat dinilai kontraproduktif bagi kubu Moeldoko. Sebab, Nazaruddin yang ikut “terbakar” itu adalah orang penting dalam penyelenggaraan KLB. Ia dianggap salah satu otak yang memuluskan pelaksanaan KLB di kampung halamannya, Sumatera Utara, dan sejak sebelum gelaran KLB juga telah terpergoki bertemu Moeldoko.
Menurut kesaksian Mantan Ketua DPC PD Kotamobagu, Nazar juga menjadi ‘bohir’ KLB yang memberi uang saku Rp. 5 juta kepada para peserta.
“Kami dijanjikan panitia awalnya Rp. 100 juta tapi cuma dikasih Rp. 5 juta. Kami protes, kami marah. Saat ribut-ribut soal itu akhirnya ditambahkan Rp. 5 juta lagi oleh Pak M Nazaruddin,” ujar Gerald dalam sebuah kesaksian di kantor DPP PD, beberapa hari selepas KLB.
Selain Nazar, kubu Moeldoko juga kerap mengklaim didukung kelompok Anas Urbaningrum. Saat konflik PD memanas akibat KLB, mantan orang dekat Anas yang saat ini menjadi Sekjen Partai Hanura, Gede Pasek Suardika, beberapa kali melontarkan pernyataan keras terhadap SBY dan AHY. Walau tidak secara terang-terangan mendukung KLB, pernyataan tersebut dapat dibaca sebagai angin segar bagi kubu Moeldoko.
Nazar sendiri tidak terlihat batang hidungnya dalam konperensi pers tersebut. Padahal, dalam event tersebut, beberapa elit PD di jaman dia jadi Bendahara Umum kompak hadir, termasuk Max Sopacua yang sempat keluar dari PD dan bergabung dengan Partai Emas.
Dilandasi oleh latar belakang itulah, kalangan aktivis politik ibukota saat ini disibukkan oleh pertanyaan, apakah kubu Moeldoko sedang mengalami perpecahan?
Menanggapi pertanyaan tersebut, sosiolog politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Khoirul Rosyadi, menilai bahwa perpecahan dalam kelompok-kelompok yang masih belia sangat biasa terjadi. Apalagi, pada kelompok politik baru tanpa ikatan ideologi yang kuat.
“Terlepas dari benar (pecah) atau tidak, saya menilai kelompok KLB ini kurang solid secara ideologis. Indikasinya, misalnya, beberapa orang yang dipasang jadi narasumber mewakili kubu KLB di televisi maupun media tulis tidak memiliki track record sebagai kader yang berkeringat untuk PD. Ada yang pas Pemilu lalu masih pakai jaket PKB, ada pula yang sebelumnya jadi bagian dari Hanura,” ujar Rosyadi.
Sepanjang pengamatan Rosyadi, kubu KLB diikat oleh kepentingan pragmatik yang berbeda-beda. Dalam perjalanan waktu, akan ada proses negosiasi antar kepentingan di dalam kelompok itu, yang mungkin tidak memuaskan sebagian pihak. Jika tidak dikelola dengan baik, hal tersebut dapat memicu konflik-konflik baru lagi.
“Walau kurang solid secara ideologis, kubu KLB mungkin berharap dapat disatukan oleh ketokohan Pak Moeldoko.Tapi, ini PR yang sangat berat sekali, karena Pak Moel bukanlah figur ideolog dan sebelum KLB juga belum pernah jadi bagian dari perjuangan politik PD,” pungkasnya.(RMOL)