GELORA.CO - Rencana impor beras oleh pemerintah kian mendapat penolakan dari sejumlah kalangan. Mulai dari politisi, aktivis, petani, hingga sejumlah kepala daerah menyuarakan penolakan impor.
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera mengurai, penolakan dari berbagai pihak wajar mengingat rencana Kementerian Perdagangan tersebut kontras dengan momentum panen raya yang akan dihadapi petani. Tak hanya itu, produksi beras dalam negeri juga tercatat melimpah.
"Data produksi beras nasional kita memperlihatkan angka surplus. BPS memproyeksikan produksi beras sepanjang Januari-April 2021 akan mencapai 14,54 juta ton. Angka ini naik 26,84% jika disandingkan dengan periode yang sama di 2020 (11,46 juta ton)," kata Mardani di akun Twitternya, Kamis (25/3).
Bila melihat pengalaman, kata dia, alur tanam padi oleh petani juga menunjukkan tren yang tetap. Panen raya di bulan Februari-Mei rata-rata 60 sampai 65 dari total produksi.
"Kemudian panen gadu (kemarau) Juni sampai September (25-30% dari total produksi) dan paceklik Oktober sampai Januari. Kemandirian pangan mestinya jadi program utama di negeri agraris ini," sambungnya.
Ia mengamini bahwa kebijakan impor bisa memenuhi kebutuhan kualitas maupun harga tertentu. Namun ia berharap kebijakan impor tidak mengorbankan petani. Pemerintah juga diminta bisa menyeimbangkan antara ekonomi, efisiensi teknis, sampai aspek sosial.
"Ingat pengalaman 2018, dari 1,785 juta ton beras yang diimpor, saat ini masih tersisa 106.642 ton. Bulog menyatakan beras tersebut sudah turun mutunya. Impor bukan solusi atas persoalan kesenjangan stok beras antardaerah," tegasnya.
Di sisi lain, ia mempertanyakan pijakan kebijakan Kementerian Perdagangan yang ngotot mengimpor beras. Sebab beberapa kepala daerah, ormas, hingga petani lantang menolak impor beras.
"Dengan berbagai gelombang penolakan rencana impor, timbul satu pertanyaan sederhana. Berpihak kepada siapa sebenarnya pemerintah?" tandasnya(RMOL)