GELORA.CO - KPK tengah mengusut dugaan kasus suap puluhan miliar di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kasus suap tersebut diduga melibatkan pejabat di Ditjen Pajak.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, penyidik KPK masih berproses dengan mengumpulkan alat bukti untuk menetapkan tersangkanya.
Modus suap di Ditjen Pajak seperti kasus-kasus sebelumnya. Yakni terkait pengurusan pajak sebuah perusahaan agar pajak perusahaan yang dimaksud bernilai rendah.
Kasus suap yang sedang ditangani KPK ini bagai petir di siang bolong. Pasalnya negara sudah memberikan tunjangan kinerja paling tinggi kepada pejabat Ditjen Pajak dibanding instansi pemerintah lainnya.
Soal kasus tersebut, anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menghimbau Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk segera turun tangan membersihkan Ditjen Pajak dari oknum-oknum yang memanipulasi pajak.
Proses hukum tetap dilakukan oleh KPK. Namun, kata Heri, Sri Mulyani memiliki tanggung jawab menempatkan birokrasi yang bersih di Ditjen Pajak.
“Ini sungguh ironis. Negara sedang kekurangan dana untuk penanganan pandemi Covid-19, namun ada oknum di Ditjen Pajak yang menyalahgunakan wewenangnya untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompok,” ujar Heri Gunawan kepada wartawan, Rabu (3/3)
Ketua Kelompok Fraksi Gerindra di Komisi XI DPR RI mengatakan, masyarakat perlu tahu bahwa APBN 2020 dan APBN 2021 dipatok defisit Rp 1.000 triliunan.
Defisit ini ditutup dengan menambah utang. Hingga Januari 2021 utang pemerintah sudah mencapai Rp 6.233,14 triliun.
Lanjutnya, menjadi ironi ketika instansi yang diberi tugas untuk mengumpulkan pajak ternyata disusupi oknum-oknum yang menyelewengkan jabatan.
"Tindakan tidak bertanggung jawab tersebut tentunya sangat merugikan negara. Mungkin inilah salah satu jawaban kenapa selalu terjadi shortfall penerimaan pajak," ketusnya.
Shortfall adalah kondisi ketika realisasi lebih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Pada 2020, shortfall pajak mencapai Rp 128,8 triliun. Tahun 2019 sebesar Rp 245,5 triliun. Tahun 2018 sebesar Rp 108,1 triliun dan tahun 2017 sebesar Rp 130 triliun,” paparnya.
Legislator Dapil Jawa Barat IV ini menambahkan, selain terjadi shortfall pajak, rasio pajak Indonesia juga terus mengalami penurunan. Rasio pajak merupakan perbandingan antara penerimaan pajak terhadap produk Domestik Bruto.
“Dalam sepuluh tahun terakhir tax ratio mengalami penurunan. Pada 2010, tax ratio masih di level 12,9 persen. Namun pada tahun 2018 tax ratio turun menjadi 11,4 persen. Tahun 2019 turun kembali menjadi 10,73 persen. Sementara pada tahun 2020 tax ratio diproyeksikan hanya 7,9 persen dan di tahun 2021 sebesar 8,18 persen,” urainya.
Masih kata Heri, Ditjen Pajak merupakan garda terdepan dalam pengumpulan pendapatan negara. Sudah seharusnya diisi oleh figur-figur yang memiliki integritas dan kapabilitas sehingga tidak terjadi shortfall pajak, penurunan tax ratio, apalagi suap.
"Karena kinerja Ditjen Pajak yang makin menurun, maka saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mengevaluasi kepemimpinan Dirjen Pajak Suryo Utomo," pungkasnya. (RMOL)