GELORA.CO - Jumlah demonstran yang tewas di tangan pasukan keamanan Myanmar dalam unjuk rasa terbaru pada Sabtu (27/3) waktu setempat, dilaporkan bertambah menjadi 50 orang.
Faksi kelompok etnis bersenjata Myanmar menegaskan tidak akan tinggal diam jika junta militer terus membunuh para demonstran.
Seperti dilansir Reuters, Sabtu (27/3/2021), para demonstran antikudeta kembali turun ke jalanan di berbagai wilayah, termasuk Yangon dan Mandala, saat militer Myanmar memperingati Hari Angkatan Bersenjata pada Sabtu (27/3) dengan menggelar parade militer di ibu kota Naypyitaw.
Demonstran juga mengabaikan peringatan yang disampaikan junta militer sehari sebelumnya, atau pada Jumat (26/3) malam, bahwa mereka terancam ditembak di kepala dan punggung jika terus menggelar aksi protes.
Juru bicara CRPH, kelompok anti-junta militer yang dibentuk para anggota parlemen Myanmar yang dilengserkan, Dr Sasa menyebut hari Sabtu (27/3) merupakan 'hari memalukan' bagi militer Myanmar.
"Hari ini merupakan hari yang memalukan bagi angkatan bersenjata," sebut Dr Sasa kepada sebuah forum online.
"Para jenderal militer merayakan Hari Angkatan Bersenjata setelah mereka membunuh lebih dari 300 warga sipil tak bersalah," imbuhnya, merujuk pada total korban tewas dalam unjuk rasa sejak kudeta.
Laporan terbaru yang didasarkan pada portal berita lokal Myanmar Now dan keterangan saksi mata menyebut sedikitnya 50 orang tewas dalam unjuk rasa di berbagai wilayah sepanjang Sabtu (27/3) waktu setempat. Reuters belum bisa memverifikasi secara independen angka ini.
Dilaporkan Myanmar Now bahwa empat orang tewas saat pasukan keamanan Myanmar melepas tembakan ke arah kerumunan demonstran yang berunjuk rasa di luar sebuah kantor polisi di pinggiran Dala, Yangon, pada Sabtu (27/3) dini hari. Sekitar 10 orang lainnya luka-luka.
Menurut keterangan seorang warga setempat kepada Reuters, sedikitnya tiga orang tewas ditembak dalam unjuk rasa di distrik Insein, Yangon. Salah satu yang tewas merupakan seorang pria muda yang bergabung dengan tim sepakbola lokal di bawah usia 21 tahun.
Laporan Myanmar Now juga menyebut 13 orang tewas dalam berbagai insiden di Mandalay -- kota terbesar kedua di Myanmar.
Myanmar Now melaporkan bahwa korban jiwa juga dilaporkan di berbagai wilayah lainnya, mulai dari wilayah Sagaing dekat Mandalay, kota Lashio di negara bagian Shan, wilayah Bago dekat Yangon, dan di beberapa lokasi lainnya. Data yang dilaporkan Myanmar Now menyebut total korban tewas mencapai 50 orang sejauh ini.
Belum ada tanggapan dari junta militer Myanmar terkait laporan tersebut.
Secara terpisah, salah satu pemimpin faksi etnis bersenjata di Myanmar menegaskan tidak akan tinggal diam dan tidak melakukan apa-apa jika junta militer terus membunuh para demonstran. Disebutkan bahwa Hari Angkatan Bersenjata yang diperingati pada Sabtu (27/3) lebih cocok disebut 'hari pembunuhan orang-orang'.
"Hari Angkatan Bersenjata Myanmar bukanlah hari angkatan bersenjata, ini lebih seperti hari ketika mereka membunuh orang-orang," cetus Jenderal Yawd Serk yang memimpin Dewan Restorasi Shan State kepada Reuters.
"Ini bukan untuk melindungi demokrasi juga, tapi bagaimana mereka merusak demokrasi... Jika mereka terus menembaki demonstran dan menindas rakyat, saya pikir semua kelompok etnis tidak akan hanya berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa," tegasnya.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pemerintah setelah memimpin parade militer di Naypyitaw, pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, berjanji akan melindungi rakyat, memperjuangkan demokrasi, dan memulihkan perdamaian di seluruh negeri.(dtk)