GELORA.CO - Rencana kebijakan impor beras yang hendak dijalankan pemerintah diharapkan tak ditarik dalam kepentingan politik.
Hal tersebut ditegaskan anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Golkar, Mukhtarudin dalam merespons rencana impor beras 1 juta ton yang belakangan menuai pro dan kontra.
"Ini persoalan kebutuhan perut masyarakat. Tidak semestinya persoalan pangan dalam hal ini beras ditarik ke wilayah politik demi meraih simpati publik," jelas Mukhtarudin kepada wartawan, Kamis (25/3).
Di tengah polemik yang muncul, Mukhtarudin justru mempertanyakan sikap Badan Urusan Logistik (Bulog) yang dianggap tak sejalan dengan rencana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan.
"Tiap kali impor pasti Bulog selaku operator yang diberikan wewenang, bukan pihak lain. Kalau impor disebut bermasalah, jangan-jangan ada oknum di Bulog itu sendiri yang tidak menjalankan amanat dengan baik," tegasnya.
Ia berpandangan, rencana Kemendag untuk melakukan impor beras 1 juta ton diyakini bukan tanpa pertimbangan dan perhitungan yang matang. Ia justru menyoroti kinerja Bulog di bawah kepemimpinan Budi Waseso yang kerap berseberangan.
"Bicara hulu, serapan Bulog rendah. Bicara hilirnya pun demikian, di mana harga jual Bulog kurang bagus. Stok beras 800 ribu ton di mana 500 ribu tonnya cadangan, ditambah 300 ribu ton hasil impor tahun 2018, tentunya mutu berasnya pun kurang baik," kritiknya.
"Sekali lagi, soal impor beras itu baru sebatas rencana Kemendag yang melihat serapan Bulog rendah dan rencana itu kan sebagai antisipasi," tegasnya.
Mukhtarudin juga menilai, keberadaan Bulog selama ini kurang begitu maksimal soal urusan pangan ini. Ia mengurai, hingga Februari tahun ini, lembaga pimpinan Budi Waseso baru mampu menyerap 35 ribu ton beras.
"Padahal target serapan tahun 2021 ini kan sebesar 1,5 juta ton. Bagaimana bisa mencapai kalau serapannya saja rendah. Bahkan banyak gudang-gudang Bulog yang kosong. Sebaiknya Bulog dibubarkan saja kalau kinerjanya kurang bagus," tutupnya.(RMOL)