GELORA.CO - Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menjawab tudingan Ketua Dewan Pembina Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit, Deli Serdang, Marzuki Alie bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerapkan politik dinasti dengan menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum (Ketum) PD.
"Mana ada politik dinasti, pertama Ketumnya pak Subur, kedua Hadi Utomo, ketiga kami bersaing ini, saya, Pak Marzuki Alie, dan Pak Anas, bersaing kita. Kemudian ada masalah hukum dengan Anas, kemudian SBY menyelamatkan partai. Ada pemilihan lagi, ada kader terbaik ya AHY. Coba lihat polling," kata Andi dalam diskusi salah satu media daring yang disiarkan di kanal Youtubenya, Sabtu (14/3/2021).
Andi menegaskan, dipilihnya AHY bukan karena anak SBY, tapi karena Demokrat membutuhkan lokomotif baru dan masanya SBY sudah selesai. Dan di 2024, Demokrat memprediksikan bahwa akan terjadi regenerasi kepemimpinan nasional di mana anak muda akan tampil memimpin negeri ini. Sehingga, Demokrat ingin menjadikam anak muda untuk memimpin PD agar bisa bersaing di 2024.
"Sekarang di antara generasi muda Partai Demokrag, siapa yang bisa menjadi lokomotif, jelas bukan pak Marzuki, jelas bukan Jhoni Allen, saya sudah lewat masanya. Yang mana yang paling bagus di muka publik, ya AHY," ujarnya.
Mantan Juru Bicara (Jubir) Presiden RI ke-6 ini, Demokrat pernah mendapatkan efek ekor jas saat mencalonkan SBY di 2009, SBY mendapatkan dukungan 61% sementara Demokrat meningkat drastis dari 7,5% di 2004 menjadi 21% di 2009. Dan AHY memiliki elektabilitas yang tinggi dan diharapkan bisa memberikan efek ekor jas untuk Demokrat.
"Jadi kita milih AHY karena punya elektabilitas paling tinggi agar bisa memberikan efek ekor jas. Kalau kita lihat polling AHY lebih tinggi dari Demokrat," terang Andi.
Andi pun membandingkannya dengan elektabilitas Moeldoko yang hanya 0,8%. Apakah angka segitu bisa jadi lokomotif, sementara raihan suara Demokrat di 2019 jauh lebih tinggi dari itu. Dan apakah Moeldoko pernah berjasa bagi Demokrat dan mengetahui persis bagaimana Demokrat.
"Lalu sekarang kenapa dipilih Moeldoko, pernah enggak dia berjasa ke Demokrat, tau enggak dia manifesto Demokrat, pasti enggak tahu. Bisa enggak kasih efek ekor jas? ya tidak," ungkapnya.
"Contoh dia (Moeldoko) pernah ikut Partai Hanura. Sudah, nol koma (raihan suara Hanura) pak. Masak begitu," imbuh Andi.
Oleh karena itu, Andi merasa kasihan kepada kawanny Marzuki Alie yang ikut gerombolan KLB, lalu kemudian diiming-imingi jadi Ketum Demokrat.
"Lalu pas pemilihan yang pakai berdiri itu kita enggak tahu hitungannya, tiba-tiba diketok. Yang jadi ketum Moeldoko, namanya cuma dipakai saja. Akhirnya dikasih menjadi ketua dewan pembina. Jadi kasihan saya sebenarnya dengan saudara Marzuki Alie itu," tuturnya. (*)