Akhirnya Muncul di Publik, Moeldoko Ceramah Soal Radikal & Intoleransi

Akhirnya Muncul di Publik, Moeldoko Ceramah Soal Radikal & Intoleransi

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Ketika polemik dualisme Partai Demokrat menyeruak, sosok Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko nyaris tidak pernah muncul di hadapan publik. Tapi hari ini, Jumat (26/3), dia menghadiri puncak hari ulang tahun Ikatan Keluarga Alumni Universitas Terbuka (IKA UT) ke-31 di kampus UT Pondok Cabe, Tangerang Selatan.

Mantan Panglima TNI itu saat ini menjadi Ketua Umum IKA UT. Dalam kegiatan yang disertai penyerahan tumpeng ke Rektor UT Ojat Darojat tersebut, Moeldoko membawakan pidato dengan sejumlah isu. Di antara yang menjadi sorotannya adalah paham radikalisme serta intoleransi yang mengancam keberagaman bangsa Indonesia.

’’Saya selalu lantang soal keberagaman. Sekarang ini muncul paham radikal, intoleransi, tarikan ideologi kuat di mana-mana,’’ kata Moeldoko yang juga menjadi Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB Sumatera Utara itu. Dia mengatakan saat ini pemerintah sedang menyiapkan generasi emas 2045 nanti.

Jangan sampai gerakan radikal dan intoleransi tersebut mengacaukan upaya bangsa Indonesia menyambut 100 tahun kemerdekaan kelak. Sehingga gerakan radikalisme dan intoleransi harus diperangi bersama-sama. ’’Bukan soal politik praktis lima tahunan,’’ tuturnya.

Dia menegaskan saat ini semua elemen bangsa Indonesia sedang mengarahkan negara untuk lurus ke depan. Tanpa dihambat rintangan ideologi. Di mana pada akhirnya rintangan ideologi itu dapat menghambat tujuan negara menuju Indonesia Emas 2045.

Moeldoko mengatakan bangsa Indonesia memiliki kodrat sebagai bangsa dengan berbagai agama, suku, dan lainnya. Semua komponen bangsa harus bertekad bersama-sama tidak memberi ruang kepada intoleransi. Dia menegaskan intoleransi dan radikalisme tidak boleh dibiarkan. ’’Ruang intoleransi harus dipersempit bersama. Jangan dikasih ruang,’’ tuturnya.

Dia berharap para alumni UT untuk mengambil peran strategis di tempat masing-masing. Begitupun seluruh dosen serta pimpinan UT harus memikirkan situasi berkembangnya paham radikalisme dan intoleransi tersebut dengan serius. Dia mengajak semuanya untuk membangun harmoni kebangsaan.

Moeldoko tidak ingin bangsa Indonesia malah menjadi negara yang mundur. Negara yang hancur karena terjadi peperangan seperti di Irak, Libya, Suriah, dan negara lain di timur tengah seperti Afghanistan. ’’Kalau sudah rata, kita sadar semuanya tidak ada gunanya,’’ pungkasnya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita