GELORA.CO - Keberadaan Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dimungkinkan tidak hanya dipakai masyarakat umum. Undang-undang ini juga digunakan oleh oknum di perguruan tinggi yang memiliki kedekatan dengan sumbu kekuasaan.
"UU ITE ini adalah salah satu alat gebuk yang mungkin digunakan (orang) dalam struktur relasi kekuasaan di kampus," ujar dosen Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala, Saiful Mahdi, yang dikutip Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu (20/2).
Saiful Mahdi kemudian mencontohkan dirinya sebagai salah satu korban kriminalisasi UU ITE. Dia didakwa oleh PN Banda Aceh 3 bulan penjara dengan denda Rp 10 juta setelah menjalani 18 kali persidangan. Namun hingga kini, status Saiful Mahdi masih menggantung. Vonis tak pernah dijatuhkan.
Perkara itu berawal dari kritik Saiful Mahdi terhadap hasil tes CPNS untuk dosen fakultas teknik pada akhir 2018 di USK. Kritik itu ditulis dalam dua grup WhatsApp internal USK.
Tapi beberapa orang dalam grup itu menganggap dia melakukan pencemaran nama baik atau melanggar Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.
Saiful Mahdi kini bergabung dalam Paku ITE. Dia dan kelompok itu mendorong agar pemerintah merevisi UU ITE. Aturan itu, kata Saiful, tidak sesuai prinsip-prinsip pembentukan undang-undang.
"Sebuah undang-undang seharusnya melindungi warga negara dari negara dan sesama warga negara. Tetapi yang sering terjadi penghukuman," tutup Saiful Mahdi.(RMOL)