GELORA.CO - Dinamika banyaknya partai yang balik arah mendukung penolakan revisi UU Pemilu setelah bertemu Presiden Joko Widodo mengindikasikan bahwa pemerintah dan DPR tidak memiliki orientasi kerja yang jelas.
Demikian dijelaskan Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu pagi (10/2).
Dedi menjelaskan, berubah haluannya partai anggota koalisi pemerintah menandakan saat parpol dikuasai pemerintah kerap menihilkan kritik parlemen atas baik buruknya keputusan presiden.
"Padahal, parlemen seharusnya menjadi garda terdepan mengoreksi apapun yang diusulkan penerintah, bukan justru sebagai follower pemerintah tanpa kritik," demikian kata Dedi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/2).
Dijelaskan Dedi, UU Pemilu tidak diadakan hanya untuk perebutan kekuasaan negara, melainkan menghidupkan hak publik dalam sistem demokrasi.
Dengan fakta partai politik putar haluan menolak revisi UU Pemilu yang sudah dibahas di Badan Legislasi DPR, secara sengaja para wakil rakyat memanipulasi hanya untuk pentingan kekuasaan semata.
"Dengan kondisi itu demokrasi secara sengaja dimanipulasi hanya untuk kekuasaan, bukan sebagai alat penyejahteraaan dan penjaga hak publik," demikian kata Dedi.
Ia menyarankan agar pemerintah membuka diri dengan menjelaskan secara transparan apa sesungguhnya yang menjadi dasar penolakan revisi Undang Undang Pemilu.
Tujuan penjelasan itu, kata Dedi untuk memberi pemahaman kepada publik terkait penolkaan revisi UU Pemilu.
"Sikap penolakan ini jelas tidak produktif, mengingat revisi UU Pemilu masuk program legislasi, dengan manuver ini seolah pemerintah dan DPR tidak miliki orientasi kerja yang jelas," pungkasnya.(RMOL)