Tak Diakui Sebagai Anggota MWA, Alumni Gugat Mendikbud dan USU Rp 10 M

Tak Diakui Sebagai Anggota MWA, Alumni Gugat Mendikbud dan USU Rp 10 M

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Majelis Wali Amanat (MWA) telah menjadi komponen dalam berdirinya Universitas Sumatera Utara (USU). Sebab, MWA memiliki peran penting untung kelangsungan universitas tersebut. Wajar saja, jika posisi tersebut diinginkan oleh banyak pihak.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Alumni (PP IKA) USU periode 2018-2022, HR Muhammad Syafi’i bahkan sampai mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akibat tidak diakui sebagai Anggota MWA USU periode 2015-2020. Padahal dia merasa sebagai unsur alumni harus masuk keanggotaan MWA sesuai pasal 23 ayat (3) huruf a Peraturan MWA USU Nomor 16 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kelola USU.

Gugatan Syafi’i teregister dengan nomor 618/Pdt.G/2020/PN JKT.SEL. Kasus tersebut sudah masuk persidangan dengan agenda duplik dari penggugat. Adapun para tergugat yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, MWA USU, Panusunan Pasaribu, Rektor USU, dan Senat Akademik USU.

Pengacara Syafi’i, Ali Wardi mengatakan, gugatan diajukan karena kliennya merasa marwah sebagai MWA tidak diakui oleh Rektor USU saat dijabat oleh Runtung Sitepu. Sehingga, melalui gugatan ini diharapkan Pengadilan menyatakan Syafi’i sebagai anggota MWA periode 2015-2020 yang sah.

“Seharusnya pihak rektorat melakukan koordinasi dan mengakui posisi pak Romo Safi’i sebagai Wali Amanat dan mengikuti prosedur. Tapi dia kan mencoba menafikan keberadaan Romo sebagai Wali Amanah kemudian dia ganti SK itu yang kita gugat SK-nya,” kata Ali saat ditemui JawaPos.com di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/2).

Ali mengatakan, pihak rektorat tidak menjelaskan secara gamblang alasan Syafi’i tidak diakui sebagai anggota MWA. Namun, dia menduga persoalan ini diwarnai intrik politik.  “Bisa mungkin, ini asumsi saja terkait pemilihan rektor atau terkait persaingan antar personal, waktu itu kan pas peralihan rektor,” imbuhnya.

Pihak Syafi’i sendiri pernah mengirimkan somasi ke pihak Rektor USU. Namun, hasilnya pun tidak seperti yang diharapkan. Upaya mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pum kandas karena tidak ada kesepakatan.

Dengan begitu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan masuk ke pokok perkara. Adapun gugatan yang diajukan oleh Syafi’i yaitu berupa ganti rugi immateril senilai Rp 10 miliar dan Rp 15 juta. Dengan rincian Rp 10 miliar untuk melaksanakan program kerja yang sudah diamanatkan dalam Munas I PP IKA USU.

Dan Rp 15 juta lainnya uang pengganti transportasi rapat selama 2,5 tahun atau 30 bulan terhitung sejak Januari 2018 sampai Juli 2020, di mana perbulannya ditaksir Rp 500 ribu. “Kerugian kita hitung dengan immateril, kerugian moral, kan marwah dan martabat seseorang tokoh politik, seharusnya tidak terjadi tapi terjadi,” jelas Ali.

Selain uang, Syafi’i juga menuntut adanya permintaan maaf dari para tergugat. Dan mengakui Syafi’i sebagai anggota MWA periode 2015-2020. “Mungkin permintaan maaf di media atau permintaan maaf secara resmi dari rektorat,” ucap Ali.

Sementara itu, Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud, Nizam mengatakan, pemilihan MWA USU sudah diatur secara rigid. Selama pemilihan, mengikuti proses yang benar, maka apapun hasilnya akan dinyatakan sah oleh Kemendikbud.

“Pergantian anggota MWA sudah diatur dalam peraturan Universitas. Selama tidak ada peraturan yang dilanggar tentu Kemdikbud tidak dapat membatalkan keputusan MWA,” jelasnya.

Menurut Nizam, pihaknya sudah menelaah ihwal penunjukan MWA periode 2015-2020 ini. Hasilnya tidak ditemukan pelanggaran apapun. Sehingga tidak ada perbuatan melawan hukum atas tidak masuknya Syafi’i sebagai anggota MWA.

“Dari kajian Inspektorat Jenderal tidak ada pelanggaran peraturan universitas maupun peraturan perundangan di atasnya,” pungkasnya.[jpc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita