GELORA.CO - Pengusaha papan atas Sukanto Tanoto namanya mencuat usai dirinya dikabarkan membeli sebuah properti mewah bekas istana Raja Ludwig di Munchen, Jerman yang harganya mencapai triliunan rupiah.
Bagi kalangan pengusaha, khsusnya mereka yang berbisnis sawit, nama bos Grup Royal Golden Eagle (RGE) ini sudah tidak asing. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra membeberkan, "dosa” yang dilakukan Sukanto selama perjalanan kariernya yang berkaitan dengan perusakan hutan, konflik dengan masyarakat adat, dan kejahatan ekonomi di Indonesia.
"Kalau kejahatan kehutanan, misalnya, grup-grup perusahaan Royal Golden Eagle (RGE) yang di bawah kendali Sukanto Tanoto terlibat dalam kasus perusakan hutan alam besar ketika membangun hutan tanaman industri di Sumatera dan Kalimantan. Jutaan hektar sudah dikonversi untuk perkebunan kayu dan terus berlanjut hingga saat ini,” kata Syahrul sebagaimana dilansir DW (Deutsche Welle) yang dilihat redaksi, Sabtu (13/2).
Rentetan catatan hitam kerusakan hutan dan konflik sosial yang melibatkan masyarakat adat tak lepas dari campur tangan Sukanto Tanoto.
Misalnya, Syahrul mengungkap, melalui PT ITCI Hutani Manunggal (IHM), Sukanto memegang konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas lebih dari 161 ribu hektare di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Kayu yang dihasilkan kemudian dipasok IHM ke PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), salah satu anak perusahaan Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL Group) yang bergerak di bidang kertas dan bubur kertas.
RAPP dan APRIL Group juga merupakan perusahaan milik Sukanto, di bawah kelola RGE. Seluruh bisnis tersebut di bawah payung Asian Agri dan Apical.
Kasus-kasus Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di sejumlah provinsi di Indonesia juga disebut erat kaitannya dengan tindak tanduk perusahaan di bawah kendali Sukanto Tanoto.
Pada 2015 saja, bencana kebakaran dan kabut asap diperkirakan menghanguskan 2,6 juta hektare lahan dan hutan yang menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp 220 triliun, serta menjadi salah satu faktor penyebab lebih dari 100 ribu kematian dini.
Hingga September 2019, luas areal terbakar diperkirakan mencapai 857.756 hektare. Kebakaran pun terus berlanjut hingga bulan Oktober. Dampak paling nyata adalah penderitaan jutaan orang yang hidup dalam pekatnya asap selama berbulan-bulan.
"Soal perusakan hutan, dia juga terlibat kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 dan 2019. Namun sebenarnya dari semua periode kebakaran itu, perusahaan Sukanto terlibat. Selama 2015-2019, ada 65 ribu hektare luas area terbakar dan kerusakan terbesarnya itu terjadi saat mendekati tahun 2015. Periode sebelum 2015, mereka hajar habis-habisan mengkonversi hutan-hutan alam di Riau,” pungkas Syahrul. []