GELORA.CO - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempersoalkan masalah keadilan di Indonesia. Ia mengungkit saat rumahnya digeruduk massa tapi otak dibalik penggerudukan itu belum ditangkap.
"Dulu di tahun 2017, ketika tengah digelar Pilkada Jakarta, dan AHY menjadi salah satu calon gubernur, rumah saya di Kuningan digeruduk oleh massa. Sebenarnya banyak yang tahu, siapa penggerak dari aksi penggerudukan itu, namun hingga kini keadilan tidak pernah datang," ujarnya lewat video, Rabu (24/2) malam.
Kemudian, SBY bercerita satu hari menjelang pemungutan suara Pilkada Jakarta 2017 dia mendapatkan fitnah kejam yang dilakukan oleh seseorang yang dekat penguasa. Namun, pelakunya juga tidak dihukum.
"Ketika saya gunakan hak saya untuk mengadukan pemfitnah itu ke pihak kepolisian, keadilan yang saya harapkan juga tidak pernah tiba," ujarnya.
Selanjutnya, pada bulan Desember 2018, ketika ia tengah menghadiri kegiatan Partai Demokrat di Pekanbaru, ratusan bendera dan baliho yang ada fotonya dan foto Ani Yudhoyono direbahkan. Serta, dirobek-robek dan dibuang ke selokan-selokan.
"Di tengah rasa kesedihan dan kemarahan kader Demokrat di Riau, sambil secara tegas saya larang mereka melakukan pembalasan, yang sangat ingin mereka lakukan demi kehormatan partai, waktu itu yang kami harapkan hanyalah tegaknya hukum dan keadilan. Sayang, keadilan itu hanyalah sebuah harapan," tuturnya.
Lebih lanjut, SBY mengungkapkan terkait fitnah politik yang kejam terhadapnya dan Partai Demokrat. Dia bilang, pada tanggal 2 Desember 2016 silam di Jakarta ada aksi massa sangat besar yakni 212.
Di situ, ada laporan kepada Presiden Jokowi bahwa SBY yang menunggangi dan mendanai aksi 212. Dia bilang, informasi itu disampaikan kepadanya oleh seorang petinggi berbintang empat. Konon, kata dia, yang melaporkan kepada Presiden Jokowi juga adalah petinggi bintang empat yang lain.
"Ketika saya lakukan konfirmasi kepada Pak Wiranto, Menko Polhukam, dan juga Pak Jusuf Kalla, Wakil Presiden,
keduanya membenarkan bahwa memang ada laporan seperti itu kepada Presiden Jokowi," ungkapnya.
Sementara itu, lanjutnya, di sebuah lembaga resmi pemerintah juga dibangun opini tentang keterlibatan Partai Demokrat. Dia menegaskan, bahwa semua itu fitnah kejam, keterlaluan, dan 100% tidak benar.
"Saya bersedia bersumpah di hadapan Allah SWT. Saya juga siap dipertemukan dengan siapa pun yang memberikan laporan itu, kalau perlu di depan publik, agar rakyat tahu siapa yang berdusta, dan agar kebenaran segera terkuak," ujarnya.
Padahal, dirinya hanya memohon agar namanya dan Partai Demokrat dibersihkan. Namun, kata SBY, apa yang di harapkan memang tidak mudah terwujud.
"Saya mengira ketika ada fitnah yang ditujukan kepada siapa pun, tindakan yang diambil sama. Saya kira, tindakan cepat terhadap siapa pun yang memfitnah pejabat pemerintahan, prosesnya juga akan sama cepatnya jika yang difitnah bukan pejabat negara, misalnya orang seperti saya, atau siapa pun yang juga menjadi korban fitnah," tutupnya. [mdk]