SEPANJANG tidak terbuka jalan kriminalisasi, maka Anies Baswedan Gubernur DKI sulit untuk dibendung menjadi Presiden Republik Indonesia 2024-2029. Elektabilitas dan popularitas yang cukup tinggi hingga kini belum mampu ada yang menandingi.
Meskipun belum terpastikan partai politik pengusungnya, akan tetapi kendaraan itu akan mudah untuk didapat. Gula selalu didatangi semut.
Saat ini rezim status quo sedang berupaya mengganjal laju Anies. Konspirasi dilakukan masif baik melalui bully buzzer, opini yang melemahkan, bahkan melalui peraturan perundang-undangan. Akting "blusukan" Mensos Risma juga bagian dari upaya tersebut.
Namun Anies Baswedan tetap bergerak dengan prestasi dan penghargaan yang dinilai obyektif. Serangan dilayani dengan sikap tenang dan modal pengalaman yang matang.
Terakhir rencana revisi RUU Pilkada serentak untuk dilaksanakan tahun 2022. Namun dimentahkan oleh "buldozer" Jokowi yang mengarahkan Pilkada tetap tahun 2024 bersamaan dengan Pileg dan Pilpres.
Partai koalisi pendukung segera mengamini. Artinya berubah sikap dari semangat awal mayoritas yang menghendaki revisi UU kecuali PDIP.
Dengan Pilkada tahun 2024 maka Anies harus menyerahkan jabatan Gubernur kepada Plt Gubernur pada tahun 2022. Maksud konspiratifnya adalah Anies Baswedan dalam kompetisi Pilpres 2024 tidak lagi berstatus sebagai Gubernur DKI dan ini dianggap kelemahan dari Anies kelak.
Benarkah? Belum tentu benar. Bisa jadi ini merupakan keuntungan politik baginya. Jika Pilkada dilakukan pada tahun 2022 meskipun Anies berpeluang memenangkan kompetisi untuk menjadi Gubernur lagi, akan tetapi biaya ekonomi dan politiknya sangat besar untuk mampu fit kembali bertarung di Pilpres 2024.
Justru dengan konsentrasi penuh bagi Pilpres 2024, maka persiapan akan lebih baik. "Kampanye" lebih dini dapat berjalan, dukungan pun mulai digalang.
Jadi agenda "memotong" akan berubah menjadi "menolong". Anies Baswedan tetap menjadi kandidat terkuat. Kesempatan besar untuk melakukan pilihan partai. Pilpres 2024 menjadi momen untuk mengukuhkannya sebagai Kepala Negara.
Upaya mengganjal Anies adalah pengakuan betapa sulit untuk mengalahkannya bila sudah memasuki fase kompetisi.
Ada yang menarik dari pandangan mantan Waketum Partai Gerindra Arief Poyouno yang menyatakan bahwa satu-satunya orang yang dapat mengalahkan Anies Baswedan di Pilkada DKI adalah Gibran Rakabuming Raka. Jika Pilkada dilaksanakan tahun 2022.
Tentunya setelah menjadi Gubernur Gibran seperti ayahnya maju lagi untuk Pilpres 2024.
Entah serius atau main-main Mas Arief ini berpandangan seperti itu. Sulit ditebak, sama sulitnya dengan melihat status Gibran kompetitor lawan Anies ini sebagai Walikota Solo atau pengusaha Martabak?
Yang jelas Gibran harus banyak belajar politik dulu sebelum mimpi terlalu jauh. Matang di pohon yang bukan karbitan, tidak menjadi mainan taipan, atau bermodal sekedar anak dari seorang Presiden.
Istana bukan panggung drama atau tempat bergaya para pemain sandiwara lalu penonton pun terpaksa tertawa hanya karena rasa kasihan.
M. Rizal Fadillah
Pemerhati politik dan kebangsaan.