GELORA.CO - Agustri Yogasmara alias Yogas, sosok yang disebut sebagai operator Ihsan Yunus ternyata memiliki jatah paket bantuan sosial (bansos) sembako untuk wilayah Jabodetabek 2020 yang digarap oleh Harry Van Sidabukke.
Hal itu diungkapkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sidang perdana terdakwa Harry selaku pihak pemberi suap yang membawa PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) menjadi suplier PT Pertani dalam pengadaan bansos dengan agenda dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (24/2).
Jaksa KPK menyebutkan bahwa, pada awal April 2020, terdakwa Harry menemui Pepen Nazaruddin selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Jaminan Sosial (LinJamsos) Kementerian Sosial (Kemensos) dan Mokhamad O. Royani selaku Sekretaris Pepen setelah mengetahui adanya pekerjaan bansos sembako dalam penanganan Covid-19.
Atas arahan Mokhamad, Harry berkoordinasi dengan Rizki Maulana guna mengajukan penawaran pekerjaan tersebut dengan menggunakan PT MHS.
"Namun PT Mandala Hamonangan Sude tidak memenuhi kualifikasi," kata Jaksa KPK di persidangan.
Selanjutnya, atas saran Achmad Gamaluddin Moeksin alias Agam selaku Direktur PT Bumi Pangan Digdaya (BPD), Harry menemui Lalan Sukmaya selaku Direktur Operasional PT Pertani (Persero) yang sebenarnya telah ditunjuk pada 15 April 2020 sebagai salah satu penyedia bansos.
Tujuan Harry menemui Lalan itu adalah, agar Harry menjadi suplier bagi PT Pertani.
Padal 16 April 2020 di Kantor Pertani, Harry menemui Lalan. Pada pertemuan itu, Lalan menyetujui keinginan Harry sebagai penyuplai barang-barang non-beras untuk paket sembako dengan kesepakatan bahwa biaya-biaya untuk operasional dalam hal apapun dengan pihak luar akan menjadi tanggungjawab Harry.
Selanjutnya, mewakili Pertani, Harry menghadap kepada Victorius Saut Hamonangan Siahaan selaku Kepala Sub Direktorat Penanganan Bencana Sosial dan Politik pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos dan PPK reguler Direktorat PSKBS untuk memaparkan spek barang, jenis, jumlah dan kesiapan gudang.
Selanjutnya pada 20 April 2020, Harry menemui Matheus Joko Santoso yang telah ditunjuk oleh Juliari Peter Batubara (JPB) selaku Menteri Sosial (Mensos) sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk pengadaan bansos.
Pertemuan itu dilakukan di ruang kerja Matheus Joko untuk membahas pengurusan administrasi pengadaan milik Pertani.
"Saat itu, Matheus Joko Santoso memperkenalkan terdakwa dengan Agustri Yogasmara sebagai pemilik kuota paket bantuan sosial sembako yang akan dikerjakan oleh terdakwa," ungkap Jaksa KPK.
Agustri Yogasmara alias Yogas sendiri disebut sebagai operator politisi PDIP Ihsan Yunus. Hal itu terungkap saat penyidik KPK menggelar rekonstruksi kasus bansos pada Senin, 1 Februari 2021.
Beberapa hari setelah pertemuan itu kata Jaksa KPK, Harry kembali bertemu dengan Yogas di Kemensos.
"Pada pertemuan tersebut Agustri Yogasmara menyampaikan kepada terdakwa bahwa atas pekerjaan yang akan terdakwa kerjakan tersebut, Agustri Yogasmara meminta uang fee. Atas penyampaian tersebut, terdakwa menyanggupinya," terang Jaksa KPK.
Akan tetapi, Jaksa KPK tidak mengungkapkan berapa besaran fee yang harus diberikan Harry kepada operator Ihsan Yunus ini.
Sering berjalannya waktu, Juliari mengarahkan Adi Wahyono yang telah ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan Matheus Joko untuk menarik atau mengumpulkan uang komitmen fee sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dan juga uang fee operasional dari penyedia bansos.
Setelah resmi mendapatkan jatah paket sembako ini, pada tahap 1, Pertani mendapatkan kuota sebanyak 90.366 paket, tahap 3 sebanyak 80.177 paket serta paket komunitas sebanyak 50 ribu paket. Pada tahap 5 sebanyak 75 ribu paket, dan tahap 6 sebanyak 150 ribu paket.
Masing-masing tahap tersebut, Harry memberikan uang fee operasional dalam bentuk dolar Singapura senilai Rp 100 juta. Sehingga, dari tahap 1, 3, 5 dan 6, Harry menyerahkan uang sebesar Rp 400 juta kepada Matheus Joko atas arahan Juliari.
Kemudian kata Jaksa KPK, menjelang tahap 7 pada Juli 2020, kembali adanya pertemuan antara Juliari, Adi Wahyono, Matheus Joko dan Kukuh Ary Wibowo selaku Staf Ahli Juliari di ruang kerja Mensos.
"Mengadakan pertemuan terkait pembagian kuota terhadap 1.900.000 paket sembako antara lain sebanyak 400 ribu paket diberikan kepada grup Agustri Yogasmara yang sebagian dari paket tersebut dikerjakan oleh terdakwa melalui PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude," tutur Jaksa KPK.
Selanjutnya pada tahap 7, Pertani dan PT MHS mendapatkan kuota sebanyak 160 ribu paket, tahap 8 sebanyak 188.713, tahap 9 sebanyak 200 ribu, tahap 10 sebanyak 175 ribu.
Setelah tahap 7, Harry menyerahkan uang sebesar Rp 180 juta kepada Matheus Joko, sebesar Rp 50 juta kepada Adi Wahyono.
Pada tahap 8, Harry menyerahkan uang fee operasional sebesar Rp 150 juta kepada Matheus Joko.
Pada tahap 9, Harry menyerahkan uang fee operasional sebesar Rp 200 juta kepada Matheus Joko melalui Sanjaya selaku supir Matheus Joko. Masih di bulan September 2020, Harry juga memberikan uang sebesar Rp 50 juta kepada Matheus Joko, sebesar Rp 50 juta kepada Adi Wahyono.
Pada tahap 10, Harry menyerahkan uang fee operasional sebesar Rp 200 juta kepada Matheus melalui Sanjaya.
Kemudian pada 21 Oktober 2020 sebelum tahap 11 dimulai, Matheus menginformasikan kepada Harry bahwa kuota PT MHS menjadi 100 ribu paket, Pertani menjadi 75 ribu paket.
"Selanjutnya terdakwa menyampaikan kepada Agustri Yogasmara jika PT Mandala Hamonangan Sude hanya diberikan kuota sebanyak 100 ribu paket dan PT Pertani (Persero) diberikan kuota sebanyak 75 ribu paket, maka keuntungan terdakwa sangat sedikit," jelas Jaksa KPK.
Pada 22 Oktober 2020, jatah Pertani kembali turun, yakni menjadi 40 ribu. Sedangkan jatah PT MHS naik menjadi 135 ribu paket.
Selanjutnya pada tahap 12, Pertani dan PT MHS kembali mendapatkan kuota sebanyak 175 ribu paket.
"Namun uang fee operasional untuk tahap 11 dan 12 belum diserahkan oleh terdakwa kepada Matheus Joko Santoso karena Matheus Joko Santoso sudah ditangkap terlebih dahulu oleh petugas KPK," pungkasnya.(RMOL)