GELORA.CO - Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin dikukuhkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap Univeritas Diponegoro (Undip), Semarang.
Dalam pengukuhan itu, ia menyampaikan orasi ilmiah 'Pembaruan Sistem Pemidanaan Dalam Praktik Peradilan Modern: Pendekatan Heuristika Hukum'.
"Bahwa hakim, hukum dan keadilan digambarkan sebagai Tritunggal yang tidak dapat dipisahkan," kata Syarifuddin sebagaimana dilansir website MA, Minggu (14/2/2021).
Peran penting hakim adalah menyelaraskan hukum dan keadilan tersebut. Menafsirkan aturan, membentuk norma baru, mendorong gerak pembaruan hukum adalah represtasi proses kreatif dalam menerima dan memutus perkara. Sedangkan menjatuhkan pidana merupakan kulminasi dari pergulatan nurani dan kerja kreatif hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan.
"Pengalaman membentuk pemahaman bahwa penegakan hukum sejatinya adalah seni yang memerlukan perlakuan khusus dari aktor pelaksananya yaitu hakim. Dan dalam hal ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan heuristika hukum," ujar pria kelahiran Baturaja, 17 Oktober 1954 itu.
Upacara pengukuhan tersebut dilakukan pada Kamis (11/2) yang diikuti secara daring oleh Presiden RI, Wakil Presiden RI, ketua lembaga negara serta para menteri Kabinet Indonesia Maju. Adapun yang datang ke lokasi di antaranya Ketua BPK, Wakil Ketua DPD, para pimpinan MAserta Pejabat Eselon I MA.
"Dialektika yang terjadi tersebut diibaratkan sebagai proses heuristik yang memadupadankan berbagai aspek hukum dan non hukum dalam penormaan hukum sehingga dapat dihasilkan produk legislasi yang dapat menjawab kebutuhan berhukum saat ini. Inilah yang saya sebut sebagai heuristika hukum, yaitu cara pandang terhadap hukum yang mengedepankan kreatifitas dan seni. Karena, hukum adalah seni pemecahan masalah (law is an art of legal problem solving)," ujar Syarufuddin.
Syarifuddin berpesan kepada seluruh hakim, agar dalam memutus perkara jangan hanya terpaku pada aturan normatifnya saja, tetapi harus berpikir secara holistik dan progresif.
"Dalam memutus perkara jangan hanya terpaku pada aturan normatifnya saja, tetapi harus berpikir secara holistik dan progresif dengan mengedepankan nilai- nilai kemanusiaan dalam mewujudkan keadilan yang sejati. Junjungkah tinggi hak asasi manusia. Ketahuilah bahwa hukum itu adalah untuk manusia bukan manusia untuk hukum," ujar Syarifuddin dalam orasinya.(dtk)