GELORA.CO - Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta Presiden Jokowi untuk menunjukkan langkah nyata bahwa pemerintah tidak antikritik terhadap siapapun.
Ia mengapresiasi pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat aktif menyampaikan kritik kepada siapapun.
"Meskipun pernyataan semacam itu patut diapresiasi, pemerintah perlu menunjukkan langkah yang nyata untuk membuktikannya," ujar Usman saat dikonfirmasi Suara.com, Rabu (10/2/2021).
Langkah konkret yang perlu dilakukan pemerintah untuk membuktikan pemerintah tidak antikritik antara lain yakni merevisi UU yang mengatur pasal karet.
"Misalnya, pertama, merevisi UU yang mengatur pasal-pasal karet seperti pencemaran nama baik, penodaan agama, penghinaan atau pasal-pasal makar," ucap dia.
Langkah kedua yakni menerbitkan kebijakan di level pemerintah atau kementerian yang melindungi warganya ketika menyampaikan kritiknya.
Salah satunya yakni di sektor lingkungan hidup.
"Diperlukan sebuah keputusan menteri untuk menterjemahkan ketentuan Pasal 66 Undang-undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup atau dengan mempercepat pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang menjamin hak-hak mereka," tutur Usman.
Selain itu ketiga, Usman meminta pemerintah untuk membebaskan para aktivis yang dipidanakan karena menyampaikan kritiknya
Dengan melakukan langkah tersebut, ia meyakini masyarakat lebih mengapresiasi pernyataan Jokowi.
"Membebaskan mereka yang lagi dipidanakan dengan pasal-pasal karet tersebut. Dengan ketiga langkah itu maka pernyataan Presiden yang meminta masyarakat untuk menyampaikan kritik dapat lebih diapresiasi," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mendapat kritikan usai pernyataannya yang meminta masyarakat aktif menyampaikan kritik kepada pemerintah.
Salah satu kritikan dilayangkan oleh aktivis perempuan sekaligus pendiri Jakarta Feminist Group Discussion, Kate Walton yang menulis cuitan di akun Twitternya @waltonkate dari pernyataan Jokowi di salah satu berita online.
Kate menyatakan aktif menyampaikan kritikan dan masukan kepada pemerintah, namun nyatanya ia justru dideportasi dan dicekal masuk Indonesia.
"Aku aktif sampaikan kritik dan masukan, kok malah dideportasi dan dicekal," tulis Kate seperti dikutip Suara.com, Senin (8/2/2021).
Selain Kate, pegiat demokrasi sekaligus jurnalis Dandhy Dwi Laksono juga menyinggung pernyataan Jokowi pada 26 September 2019 silam.
Ketika itu Jokowi mengatakan bahwa dirinya berkomitmen untuk menjaga demokrasi di Indonesia. Namun di hari yang sama ia justru ditangkap atas tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA.
Bahkan rekannya Ananda Badudu juga ditangkap karena dugaan keterlibatan dalam aksi demonstrasi.
"26 September sore: "Jangan ragukan komitmen saya jaga demokrasi". 26 September, saya ditangkap. 27 September, subuh, Ananda Badudu," tulis Dandhy. (*)