GELORA.CO - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai sangat wajar ada sekelompok masyarakat melaporkan dan meminta polisi segera menangkap Presiden Jokowi.
Namun di sisi lain, Neta S Pane juga menilai sangat wajar juga Polri tidak menggubris laporan tersebut.
Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan diketahui melaporkan Presiden Jokowi ke Bareskrim Polri, Kamis (25/2).
Presiden dilaporkan atas dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) pencegahan penyebaran COVID-19.
Kunjungan kerja presiden ke Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), disebut telah menimbulkan kerumunan massa, Selasa (23/2) kemarin.
"IPW menilai pelaporan itu wajar, Sebab Presiden Jokowi sudah menimbulkan kerumunan massa dalam kunjungan kerjanya ke Maumere, NTT. Laporan ini dikarenakan saat Habib Rizieq melakukan kerumunan massa, tokoh FPI itu ditangkap polisi dan hingga kini masih ditahan," ujar Neta dalam keterangannya, Sabtu (27/2).
Menurut pengamat kepolisian ini, akibat kerumunan massa terkait Habib Rizieq beberapa waktu lalu, Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat bahkan sampai dicopot dari jabatannya oleh Kapolri.
Namun terkait kerumunan massa saat kunker presiden ke Maumere, Neta meyakini Kapolri tidak akan berani mencopot Kapolda NTT.
"IPW juga berkeyakinan Polri tidak akan berani memeriksa dan menangkap Jokowi, seperti Polri memperlakukan Habib Rizieq," ucapnya.
Neta lebih lanjut mengatakan, janji Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III beberapa waktu lalu, saat ini tengah diuji.
Menurut Neta, ketika itu Jenderal Sigit menyatakan, ini eranya hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
"Jadi, kasus kerumunan massa yang dilakukan Jokowi akan membuktikan janji Kapolri itu. Cuma IPW menilai sangat wajar Polri tidak akan memproses laporan soal kerumunan massa Presiden Jokowi," katanya.
Neta kemudian menjabarkan dua alasan. Pertama, saat ini yang berada di elite Polri adalah 'Geng Solo' yang sangat dekat dengan Jokowi.
Kedua, memproses Jokowi tentu dapat membahayakan keselamatan presiden.
"Seharusnya presiden tahu, kerumunan massa yang timbul akan merepotkan orang dekatnya, terutama di Polri, sehingga seharusnya bisa menahan diri," katanya.
Neta juga mengingatkan, efek dari yang ditimbulkan bakal menuai polemik, selain itu juga memunculkan kesan adanya diskriminasi hukum di masyarakat, serta membuat rasa keadilan publik dicederai oleh presiden.
"Jokowi sebagai presiden dan sebagai pejabat publik seharusnya bisa menjadi contoh kepada masyarakat luas untuk menaati dan menerapkan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19," pungkas Neta. []