GELORA.CO - Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief menyebut PDIP gila kuasa karena menurutnya PDIP termasuk partai yang memiliki inisiatif RUU Pemilu, namun akhirnya tak ingin membahas.
Elite PDIP, Hendrawan Supratikno, meminta Andi Arief membaca ulang kronologi pandangan fraksi di DPR.
"Andi Arief harus membaca ulang kronologi sikap dan pandangan fraksi-fraksi di DPR. Dari situ terlihat jelas bagaimana proses penyampaian aspirasi, kontestasi ide, dan lobi-lobi politik berlangsung. UU Pemilu belum perlu diubah karena sebagian besar parpol menilai bahwa sejumlah parameter regulasi masih relevan dipertahankan," kata Hendrawan, ketika dihubungi, Kamis (11/2/2021).
Hendrawan mengatakan RUU Pemilu diusulkan tidak diubah karena keinginan partai politik yang tidak ingin menghabiskan waktu tawar-menawar. Dia mengatakan ada kepentingan lebih besar yang harus diutamakan, apalagi di situasi pandemi.
"UU Pemilu diusulkan untuk tidak diubah karena keinginan parpol-parpol agar kita tidak terus menerus menghabiskan enerji untuk tawar menawar politik, untuk eksperimentasi rumus dan jurus politik. Ada keinginan kuat untuk berhenti pada standar yang baku, muara kesetimbangan dan harmoni kepentingan," ujarnya.
"Jadi bagi kami, kepentingan lebih besar diarusutamakan. Kalkulasi kebersamaan yang menjadi preferensi," lanjutnya.
Andi Arief awalnya menjelaskan PDIP termasuk partai yang memiliki inisiatif RUU Pemilu, namun akhirnya tak ingin membahas.
"PDIP termasuk partai yang punya inisiatif membahas revisi RUU Pilkada dan Pemilu. Partai ini jugalah yang akhirnya mendorong untuk menutup pembahasan RUU itu. Alasannya agar fokus penanganan COVID," kata Andi Arief kepada wartawan, Kamis (11/2/2021).
Andi Arief kemudian mengungkit PDIP, yang mendorong Pilkada 2020 tetap digelar meski banyak protes dari berbagai kalangan. Andi menyebut kala itu mayoritas petahana dari PDIP.
"Padahal, pertama, di saat banyak protes Pilkada 2020 karena COVID, justru jajaran pengurus, seperti Mas Djarot, Hasto, bahkan Mendagri, memaksakan pilkada. Kita tahu bahwa memang inkumben saat itu banyak dijabat PDIP," ujarnya.
Partai Demokrat merupakan partai yang mendorong Pilkada 2022 tetap digelar, sementara mayoritas partai lainnya ingin Pilkada 2024. Menurut Andi Arief, Pilkada 2022 dan 2023 layak digelar dengan sejumlah alasan.
PDIP dan mayoritas partai lain yang ingin Pilkada 2024 dinilai Andi Arief bisa menjadi ajang politisasi ASN. Oleh sebab itu, Andi Arief menyebut Partai Demokrat ingin Pilkada 2022 dengan sejumlah alasan.
"Jangan salahkan munculnya spekulasi 271 Pilkada 2022 dan 2023 yang tidak dilakukan itu akan dimanfaatkan PDIP dan partai-partai lain berebut atau bagi-bagi PJ (pelaksana) dari birokrasi. Akan terjadi politisasi ASN. Spekulasi lain menjegal Anies dan menyiapkan putranya, Gibran, yang masih menjabat sampai 2024 untuk pilkada berbarengan," sebut Andi.
"Posisi Demokrat bukan berburu kekuasaan, tetapi banyaknya masukan betapa berbahayanya jika pelaksanaan serentak 2024. Belajar dari Pemilu 2019, banyak yang wafat kelelahan dan lain-lain. Karena itu, penting dipisah. Partai Demokrat juga menganggap bahwa power kepala daerah bukan dari pemilihan rakyat akan lemah. Akan timbul masalah legitimasi apalagi sampai ada yang 2 tahun pj atau penjabat," sambungnya.
Dari penjelasan tersebut, dia menilai justru PDIP-lah yang gila kuasa. Selain itu, Andi Arief menyebut PDIP banyak argumen dan dalih.
"Saya kira yang gila kuasa itu justru PDIP, banyak dalih dan argumen hanya untuk kuasa," imbuhnya.(dtk)