Oleh: Salamuddin Daeng
MASIH ingat pernyataan Presiden Jokowi tahun 2019 lalu, pembangunan kilang tidak ada kemajuan walau 1 (satu) persen pun, setelah lima tahun menjadi presiden. Ini adalah teguran keras kepada semua pembantu presiden.
Sekarang sudah setahun sejak presiden marah-marah soal kilang, lagi-lagi tidak ada kemajuan berarti dalam soal pembangunan kilang minyak di Indonesia. Pembantu presiden tampaknya cuma tebar janji sekaligus tebar pesona dihadapan sinuhun, seolah olah sudah ada tambahan kemajuan beberapa persen lagi pembangunan kilang. Jadi bukan di bawah 1 persen lagi.
Tebar pesona mengenai adanya kemajuan ini datang dari kilang Tuban. Viral video penduduk desa banyak yang menjadi miliarder baru hasil jual tanah untuk pembangunan kilang Tuban.
Mereka mendapatkan ganti untung senilai sedikitnya Rp 600 ribu untuk setiap meter tanah yang dibebaskan oleh pemerintah. Simpang siur berita bahwa yang melakukan pembebasan tanah ini pihak BKPM. Namun informasi lain menyatakan pembebasan tanah dilakukan Pertamina.
Benarkah kilang Tuban akan segera dibangun? Siapa investornya? Berapa nilai investasinya? Pertamina keluar uang berapa untuk andil mayoritas dalam proyek ini? Semua ini belum jelas.
Ada media asing menyebutkan investasi kilang tuban mencapai Rp 1.993 triliun. Ada juga media menyebut Rp 199 triliun. BKPM menyebut angka Rp 225 triliun ada juga mengatakan Rp 700 triliun.
Nilai ini penting karena menyangkut harga kepemikikan saham yang dibayar masing masing pemegang saham. Makin mahal nilai investasi, makin sulit bagi Pertamina untuk andil.
Tetapi walaupun investor belum bawa uang sepeserpun, anehnya sudah ada pembebasan lahan dengan konsep ganti untung. Ini pakai uang siapa? Uang pemerintah atau uang Pertamina? Kok bisa investor asingnya belum ada, tapi Pertamina sudah membebaskan lahan.
Pertamina dapat uang dari mana? Itu lahan lahan yang dibeli punya siapa? Dan buat apa lahan hingga mencapai 841 hektare lebih dibeli untuk sebuah kilang? Benarkah kebutuhannya seluas itu?
Sebetulnya kilang Tuban sudah gagal. Buktinya dalam lima tahun tidak ada kemajuan apa apa. Tidak investor yang sungguh sungguh tertarik. Semua investor cuma menawarkan janji sejak direktor Mega Project di Pertamina dibentuk, hingga direktor Mega Project Pertamina dibubarkan, semua janji itu tak kunjung terealisasi bahkan sepeserpun tidak.
Lalu tiba-tiba heboh pembebasan lahan di berbagai media. Belum jelas siapa pelaku pembebasan lahan? Investor swasta, Pertamina atau APBN melalui BKPM. Padahal investor minyak gak bakal datang selama ekonomi Covid-19 masih berlangsung, karena mereka juga sedang sekarat memikirkan utang segunung.
Jadi investor dari mana di masa susah macam begini? Sekarang lembaga keuangan bank dan non bank sedang sibuk membiayai Covid-19.
Lagi pula tak mungkin ada investor yang akan masuk ke dalam sektor migas saat ini. Pihak yang punya uang gak mau lagi bahan bakar kotor di jalanan, semua menuju energi ramah lingkungan. Elite indonesia pun tahu bahwa investor minyak nggak bakal datang, yang terjadi malah investor minyak yang ada kabur keluar dengan berbagai alasan.
Minyak tidak menjanjikan uang banyak seperti dulu lagi. Dunia menuju komitmen bersama mencapai nol emisi dengan tahapan 2025, 2030 dan 2050.
Jadi heboh pembebasan lahan Tuban tampaknya untuk memberi angin surga pada Sinuhun, agar Sinuhun yakin dan percaya bahwa pembangunan kilang baru di Indonesia itu bisa, dan sudah terealisasi lebih dari 1 persen. Semoga bisa menyenangkan hati Sinuhun.
Penulis adalah peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)