GELORA.CO - Kuliner berbahan daging anjing mungkin terdengar tak wajar. Namun di beberapa daerah di Indonesia, kuliner berbahan dasar daging anjing ternyata cukup digemari.
Siapa sangka kota Solo menjadi salah satu tujuan wisata kuliner berbahan daging anjing. Warung-warung daging anjing bisa dengan mudah ditemukan di Solo.
Tak cuma sate, berbagai jenis kuliner berbahab dasar anjing juga mudah ditemukan. Mulai dari ‘sengsu’ atau tongseng asu (tongseng anjing) hingga gulai anjing.
Dilansir laman The Jakartapost Jumat 29 Januari 2021, warung-warung ini sudah menjamur di Solo selama berpuluh-puluh tahun.
Bahkan keberadaannya tak pernah diusik pemerintah setempat termasuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjabat Wali Kota.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo menyebut tidak menertibkan warung daging anjing karena belum ada aturan yang melarang konsumsi anjing.
“Kami tak bisa melarangnya karena tak ada regulasi yang bisa digunakan untuk melarang. Tradisi kuliner ini sudah ada sejak dahulu,” kata.
Di sisi lain, aktivis hewan menjerit menghadapi kasus konsumsi anjing tersebut. Pasalnya menurut para aktivis hak hewan, anjing-anjing itu diperlakukan brutal sebelum dipotong dan dagingnya disajikan untuk para penggemar kuliner yang termasuk ekstrem itu.
Pada 2017, LSM Dog Friend Surakarta mencatat setidaknya 1.200 anjing dipotong setiap hari untuk dikonsumsi warga perkotaan.
Sebagian dari anjing-anjing itu didatangkan dari Jawa Barat atau Jawa Timur.
“Sebanyak 1.200 anjing dipotong untuk dimasak dagingnya di 136 warung di seluruh Surakarta,” kata Ketua Dog Friends Surakarta Fredy Irawan.
Fredy mencatat, bisnis ini melibatkan praktik-praktik yang kejam. Bahkan, lanjut dia, sering kali anjing tidak dipotong, tetapi dicekik atau ditenggelamkan hingga mati.
“Ini penyiksaan. Sebab, pelanggan yakin, daging anjing jauh lebih nikmat jika darah anjing tidak mengalir saat hewan itu dibunuh,” ujar Fredy.
Pada 2017, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah mengatakan, Solo menjadi kota dengan konsumsi daging anjing tertinggi di provinsi itu.
Dinas Peternakan mencatat, setidaknya 400 anjing dipotong setiap hari. Angka ini meningkat drastis dari hanya 63 anjing yang dipotong pada 2015.
Angka konsumsi daging anjing si Solo bahkan jauh lebih tinggi di banding Sulawesi Utara yang terkenal akan kuliner ekstremnya.
Riset yang dilakukan Yayasan Perubahan untuk Hewan (CFAF) menunjukkan setidaknya 8.000 anjing, termasuk hewan yang dicuri dari kediaman warga atau diambil di jalanan, dipotong setiap pekannya.
“Amat penting untuk menghentikan penjualan daging anjing, tidak hanya untuk kesejahteraan hewan, tetapi juga untuk kesehatan manusia,” kata Lola Webber dari CACF.
Padahal, disebutkan bahwa mengonsumsi anjing bisa mencegah seseorang terkena rabies.
“Tidak mengonsumsi daging anjing bisa membantu mencegah penyebaran rabies kepada manusia,” ujar Lola.
Konsumsi anjing bisa memicu sensasi hangat
Tak ubahnya daging kambing, para pecinta kuliner anjing menyebut bahwa konsumsi hewan ini bisa menimbulkan sensasi hangat dalam tubuh sehingga membuatnya lebih nyaman dan energik.
Heru Krisnandi adalah seorang penikmat daging anjing asal Solo, Jawa Tengah. Menyebut dirinya sangat memahami anjing adalah hewan peliharaan yang tak lazim untuk dikonsumsi dagingnya.
Namun, fakta itu tak membuatnya berhenti menyantap daging hewan tersebut dan pria ini bahkan memelihara seekor anjing di rumahnya.
“Saya punya seekor anjing, tetapi saya tidak tega menyantap anjing milik sendiri. Saya tak peduli bagaimana anjing-anjing itu dibunuh selama saya tidak melihat prosesnya,” ujar Heru seperti dikutip harian The Jakarta Post pada 2018 silam.
Heru tak mengetahui bahwa menurut para aktivis hak hewan, anjing-anjing itu diperlakukan brutal sebelum dipotong dan dagingnya disajikan untuk para penggemar kuliner ekstrem itu.
Sementara itu, Sukardi (61) kerap menraup keuntungan dari berdagang kuliner anjing sejak 1979. Kini, Sukardi memiliki empat warung makan dengan menu utama daging anjing.
Dia harus merogoh kocek Rp 150.000 untuk mendapatkan seekor anjing. Namun, dia bisa meraih keuntungan hingga Rp 3 juta sehari.
Dalam satu hari, Sukardi membutuhkan 8 hingga 12 anjing untuk dipotong dan dimasak demi memenuhi kebutuhan pelanggan di keempat warungnya itu.
Konsumsi hewan liar bisa picu penyakit menular
Presiden EcoHealth Alliance, Peter Daszak, sebuah LSM global yang berfokus pada pencegahan penyakit menular, mengatakan bahwa kita semakin dekat dengan virus hewan yang dapat menyebar secara cepat di dunia.
Ia menjelaskan bahwa ada 1,7 juta virus yang belum ditemukan di alam liar. Tak cuma itu, ia menyebutkan bahwa sekitar setengah dari virus ini berpotensi berbahaya bagi manusia.
Ada lima patogen yang ditularkan melalui hewan yang dapat menginfeksi manusia setiap tahunnya. Jumlahnya ada sekitar 850 virus yang berbahaya.
“Pandemi akan terjadi lebih sering. Kita semakin sering berkontak dengan hewan yang membawa virus,” katanya dilansir Suara pada 2020 silam.
Ilmuwan lain pun mengatakan hal yang sama, karena semakin banyak virus yang menjadikan hewan sebagai perantara ke manusia.
Para ilmuwan menambahkan, kita dapat menduga lebih dari 60 persen penyakit menular baru akan muncul dan menular kepada kita melalui hewan.
“Demi masa depan spesies liar ini, dan untuk kesehatan manusia, kita perlu mengurangi konsumsi hewan liar ini. Tapi, 17 tahun (dari SARS), tampaknya itu belum terjadi,” ujar Diana Bell, seorang ahli biologi penyakit dan konservasi satwa liar di Universitas East Anglia yang telah mempelajari SARS, Ebola dan patogen lainnya.
Ancaman datang selama penangkapan, di transportasi, atau penyembelihan hewan, karena patogen ini dapat melompat ke inang baru, yaitu manusia terdekat begitu hewan yang dihuni mati.
“Saya pikir dalam 50 tahun ini akan menjadi masa lalu. Masalahnya adalah kita hidup di dunia yang saling terhubung saat ini sehingga pandemi seperti ini dapat menyebar secara global dalam tiga minggu,” kata Daszak. [hops]