GELORA.CO - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) mengaku tidak puas atas hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM.
Sebab, TP3 menilai kasus tersebut sebagai pelanggaran HAM berat, bukan pelanggaran HAM biasa sehingga dinilai negara tidak memiliki kemauan untuk mengungkap kasus tersebut.
"Mengapa kami tidak puas dengan Komnas HAM, apa yang dilakukan Komnas HAM nah ini justru menurut pendapat tim ini adalah bahwa ini justru menunjukkan bahwa pemerintah itu adalah unwilling dan unable untuk melakukan penuntutan HAM berat, dan kami berpendapat yang berbeda, HAM berat, bukan HAM saja yang sebagaimana disampaikan Komnas HAM," ujar anggota TP3 Edi Mulyadi, kepada wartawan dalam jumpa pers, Kamis (21/1/2021).
Ia menyebut dalam UU Nomor 6 Tahun 2000, Komnas HAM diberi kewenangan melakukan penyelidikan. Namun menurut Edi, berdasarkan UU tersebut, semestinya kesimpulan Komnas HAM hanya ada dua, yaitu HAM berat atau tidak ada pelanggaran HAM.
"Saudara-saudara sekalian, yang namanya Komnas HAM ini diberikan wewenang oleh UU Nomor 6 Tahun 2000 untuk melakukan penyelidikan. Jadi dalam penyelidikannya itu kesimpulannya hanya ada 2, HAM berat atau tidak ada sama sekali, tidak ada HAM biasa saja nggak ada, Jadi enggak boleh kok, bukan HAM berat kok tapi HAM biasa, atau HAM tanpa embel-embel berat," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menilai Komnas HAM tidak memiliki kompetensi absolut untuk menentukan suatu peristiwa tindak pidana. Sebab, hal itu merupakan kewenangan polisi, sedangkan ia berpendapat Komnas HAM hanya memberikan penjelasan mengenai pelanggaran HAM berat saja.
"Dengan demikian, kalau dia mengatakan pelanggaran HAM, seharusnya itu namanya HAM berat, tidak ada kemungkinan lain. Jadi dia tidak punya kewenangan untuk menentukan itu adalah tindak pidana, karena tindak pidana itu bukan dalam kompetensi absolutnya," sambungnya.
TP3 juga mempertanyakan mengenai bukti yang diperoleh Komnas HAM. Sebab, Komnas HAM menyampaikan mendapat bukti selongsong peluru di sekitar lokasi kejadian tetapi tidak disebutkan bagaimana cara mendapatkan bukti tersebut. Sementara, menurutnya, di barang bukti itu seharusnya juga ditemukan sidik jari anggota laskar apabila barang tersebut memang dimiliki salah satu anggota laskar.
"Ia tidak menjelaskan dalam konsensus bagaimana mereka menemukan, hanya mengatakan menemukan dalam wilayah cakupan yang luas, dan sudah beberapa hari kejadiannya. Perlu diketahui kan barangnya itu kecil, padahal ditemukannya dalam ruas yang luas. Bagaimana itu ditemukan apakah disodorkan oleh polisi apakah dia hanya menemukan sendiri setelah sekian hari, itu juga tidak dijelaskan," ungkapnya.
Ia juga menilai berlebihan soal pembuntutan yang dilakukan anggota kepolisian. Sebab Habib Rizieq saat itu masih berstatus sebagai saksi.
"Seseorang yang baru status hukumnya sebagai saksi dan saksi baru dipanggil 2 kali dan sudah ada kesepakatan pada panggilan yang ketiga akan datang itu juga ada kesepakatan. Apakah boleh seorang saksi itu diuber-uber layaknya orang yang baru saja melakukan kejahatan terus kemudian lari," katanya.
Adapun tokoh-tokoh yang membentuk TP3 adalah:
Muhammad Amien Rais
Abdullah Hehamahua
Busyro Muqoddas
Muhyiddin Junaidi
Marwan Batubara
Firdaus Syam
Abdul Chair Ramadhan
Abdul Muchsin Alatas
Neno Warisman
Edi Mulyadi
Rizal Fadillah
HM Mursalin
Bukhori Muslim
Samsul Badah
Taufik Hidayat
HM Gamari Sutrisno
Candra Kurnia
Adi Prayitno
Sebelumnya diberitakan, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik meluruskan kesimpulan-kesimpulan yang beredar terkait pelanggaran HAM dalam kasus tewasnya laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab. Komnas HAM menyatakan ada pelanggaran HAM, tapi bukan pelanggaran HAM berat.
"Kami menyampaikan sebagaimana sinyalemen di luar banyak beredar bahwa ini dikatakan, diasumsikan, sebagai pelanggaran HAM yang berat. Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu," kata Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers bersama Menko Polhukam Mahfud Md, Kamis (14/1).
Taufan Damanik menyebut sebuah pelanggaran HAM berat punya sejumlah indikasi yang harus terpenuhi. Sekali lagi, dia menegaskan kasus tewasnya laskar FPI tak terindikasi sebagai pelanggaran HAM berat.
"Karena untuk disebut sebagai pelanggaran HAM berat tentu ada indikator, ada kriteria, misalnya ada satu perintah yang terstruktur, terkomando, dan lain-lain, termasuk juga indikator isi, ruangan, kejadian, dan lain-lain," ucap Taufan Damanik.
"Itu tidak kita temukan karena itu memang kami berkesimpulan ini merupakan satu pelanggaran HAM karena ada nyawa yang dihilangkan," imbuh dia.
Komnas HAM merekomendasikan kasus tewasnya laskar FPI dibawa ke peradilan pidana. Laskar FPI ini tewas ditembak petugas kepolisian karena terlibat bentrokan.
"Untuk selanjutnya, kami rekomendasikan agar dibawa ke peradilan pidana untuk membuktikan apa yang kita indikasikan sebagai unlawful killing," ucap Taufan Damanik.
Soal kasus penembakan terhadap 6 anggota laskar FPI ini juga ditanyakan dalam fit and proper test calon Kapolri di DPR, kemarin. Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM.
"Terkait masalah extrajudicial killing yang direkomendasikan Komnas HA, kami dalam posisi sikap mematuhi dan menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas, tentunya akan kita ikuti," kata Komjen Sigit di Komisi III DPR, Rabu (20/1/2021).(dtk)