GELORA.CO - Pelarangan aktivitas ormas Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah menuai pro dan kontra di masyarakat.
Tak sedikit dari publik yang menilai bahwa pembubaran ormas yang didirikan oleh Habib Rizieq itu tidak sah.
Sejumlah tokoh dan politisi, termasuk pengamat politik dan filsuf, Rocky Gerung, bahkan menilai bahwa dikeluarkannya Maklumat Kapolri tentang peringatan untuk tidak mengakses dan menyebarluaskan konten terkait FPI terkesan menakuti rakyat.
Dalam keterangan yang disampaikan saat berdialog dengan Hersubeno Arief, Rocky menilai bahwa rezim saat ini terkesan seperti sedang berupaya memerintahkan pelarangan penggunaan huruf F, P, I dalam semua kata Bahasa Indonesia.
“Orang nanti mengalami kegalauan, begitu dia mau bikin kelompok studi yang di depannya ada front, dia ragu-ragu. Begitu dia mau bikin pagelaran musik yang di dalamnya ada kata P, Pembela, ragu-ragu lagi. Kata I yang dimaksudkan dengan Indonesia, nanti dianggap itu I artinya islam,” ujar Rocky Gerung, seperti dikutip dari kanal YouTube miliknya.
Ia pun menyinggung perihal pernyataan Mahfud MD sebelumnya yang memperbolehkan dibentuknya ormas dengan nama apapun, termasuk yang menggunakan akronim FPI.
“Artinya Mahfud MD itu harus tegur Kapolri, kan dia Menko Polhukam yang membawahi soal-soal keamanan. Jadi dia mesti katakan pada Kapolri bahwa itu keliru mengeluarkan maklumat yang melampaui kewenangannya,” tuturnya.
Menurutnya, maklumat kapolri yang melarangan penggunaan atribut FPI ini mendahului keputusan pengadilan dan proses negosiasi.
Pengamat politik itu juga menyindir maklumat berisi larangan itu dengan menyebutkan bahwa nantinya Indonesia hanya akan memiliki 23 alfabet.
“Karena tiga huruf (F,P, dan I) sudah nggak boleh dipakai,” ujarnya.
Seperti diketahui, Kapolri pada Jumat, 1 Januari 2021, mengeluarkan Maklumat yang salah satu isinya berbunyi peringatan kepada masyarakat untuk tidak mengakses dan menyebarluaskan segala konten yang berkaitan dengan FPI.
Maklumat ini diterbitkan usai ormas yang digawangi oleh Habib Rizieq Shihab itu ditetapkan sebagai organisasi terlarang di Indonesia pada Rabu, 30 Desember 2020 lalu.***