GELORA.CO - Di masa mudanya, dia adalah bintang panggung yang memiliki daya pikat luar biasa saat tampil sebagai seniman tayub gaya Sragen. Namanya menjulang sebagai idola di kawasan pedesaan Sragen. Namun di masa tuanya, kini Bu Suji benar-benar dalam kondisi merana.
Namanya Sujiati, atau lebih dengan panggilan Suji Mentir. Mentir adalah nama sebuah kampung tempat dia pernah tinggal bersama suami dan anak-anaknya di Kecamatan Ngrampal, Sragen. Dari kampung itulah dia dikenal sebagai seorang tayub. Bahkan ketika dia tak lagi tinggal di kampung tersebut, nama Mentir tetap menempel di belakang namanya.
Namun sepekan terakhir ini kondisi kesehatan sinden dan tayub legendaris gaya Sragen tersebut mengalami penurunan. Usianya kini telah di atas 70 tahun, dia mengalami kelumpuhan separuh tubuh hingga tak mampu lagi beranjak dari tempat tidur.
"Kondisinya menurun sejak pulang dari rumah sakit sebulan lalu. Sudah seminggu ini malah separuh tubuhnya nggak bisa digerakkan," ujar anak Sujiati, Nyoi Prawati (22), ditemui di rumahnya di Dusun Tegalrejo, Desa Tegalrejo, Kecamatan Gondang, Sragen, Minggu (17/1/2021).
Nyoi mengatakan, ibunya memang sering mengalami gangguan kesehatan beberapa tahun terakhir. Hal inilah yang membuat Suji Mentir, terpaksa menepi dari dunia yang mengantarkannya menuju ketenaran tersebut.
"Sudah sepuluh tahun mungkin, sudah tidak manggung lagi. Bukan karena nggak ada job, tapi ibu mengalami radang tenggorokan sehingga tidak bisa buat nyanyi. Sejak itu paling cuma menghadiri undangan acara-acara saja," paparnya.
Jauh dari ketenarannya, masa tua Suji Mentir kini dihabiskan rumah sederhana tepat di pinggir Kali Mbatan, Dusun Tegalrejo. Tak lagi bekerja membuat kondisi perekonomian Suji Mentir terpuruk.
"Ekonomi kesulitan sampai Bu Suji jadi tukang pijit anak-anak kecil itu. Demi untuk pemasukan kehidupan sehari-hari," terang keponakan Suji Mentir, Marsudi (45).
Beratnya tekanan ekonomi bahkan sempat membuat Suji Mentir terjerat utang rentenir. Hal inilah yang disinyalir menjadi penyebab dirinya terus mengeluhkan sakit kepala.
"Ekonomi makin sulit sampai pinjam rentenir. Itu jadi beban Bu Suji, yang bikin sakit kepala ya itu, sering mikirin keadaan ekonomi," paparnya.
Sempat tiga kali keluar masuk rumah sakit, kondisi Suji Mentir drop sepekan terakhir. Selain membuatnya tak mampu bangun, lumpuh separuh juga membuat Suji Mentir tak lagi bisa bicara.
"Sejak seminggu ini sudah tidak bisa bicara. Meskipun kalau diajak berkomunikasi masih paham," lanjutnya.
Marsudi berharap bantuan dermawan untuk meringankan beban biyungnya tersebut. Pasalnya, kondisi perekonomian keluarga dan saudara juga tidak mampu sehingga tidak bisa berbuat banyak.
"Keadaannya memprihatinkan, nggak ada yg diharapkan. Saudara-saudaranya juga orang tidak mampu. Anaknya hanya bekerja serabutan, inipun tidak bisa kerja karena harus mengurus ibunya," keluhnya.
Marsudi mengenang masa kejayaan Suji Mentir saat masih aktif manggung. Menurutnya, Sujiati adalah sosok pesinden yang mempopulerkan gending-gending khas Sragenan.
"Seingat saya dulu hampir nggak pernah di rumah. Manggung terus pergi malam pulang pagi," kata Marsudi.
Sejak muda, SujiMentir konsisten menekuni jalur seni. Dari menjadiledhek tayub,ledhekmbarang hinggapesinden sudahdilakoninya.
"Waktu jadi sinden yang paling sering ngajak manggung Dalang Ki Purbo Asmoro. Selain itu juga Pak Untung Wiyono. Beberapa kali juga diajak manggung bareng Ki Anom Suroto dan Ki Manteb Sudharsono," bebernya.
Marsudi mengatakan, keunikan Suji Mentir terletak pada warna suara dan gaya nyindennya yang khas. Suji Mentir juga memiliki kekhasan pada gaya parikannya yang jenaka.
"Orang Sragen suka suaranya yang klasik. Cengkoknya khas nggak bisa ditirukan sinden-sinden lain. Yang bikin Bu Suji tenar ya suaranya itu," imbuhnya.
Menurut Marsudi, pecinta kesenian Sragen generasi 80-an pasti mengenal sepak terjang Suji Mentir. Beberapa gending yang dipopulerkan Sujiati antara lain 'Kijing Miring', 'Riting', 'Pentil Asem Caluk', 'Bandung Alus', dan 'Kenthil GĂ©yong'.(dtk)