GELORA.CO - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan peraturan pajak kena pulsa tidak mempengaruhi harga jual pulsa itu sendiri.
Menurut dia, peraturan tersebut hanya memberi kepastian hukum serta penyederhanaan administrasi pajak.
Sri Mulyani resmi menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Serta Pajak Penghasilan (PPh) atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer.
Aturan ini berlaku pada 1 Februari 2021. Adapun, beleid ini baru diundangkan pada tanggal 22 Januari 2021.
"Ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer," tulis Sri Mulyani yang diunggah akun Instagram @smindrawati, Sabtu (30/1/2021).
Menurut Sri Mulyani, aturan pulsa kena pajak maupun kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan. Itu artinya, PMK Nomor 6 Tahun 2021 ini tidak mengatur soal pungutan pajak baru.
Dalam pengaturannya, DJP memastikan pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat II. Dengan begitu rantai distribusi selanjutnya seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi. Berikut hitung-hitungan pulsa kena pajak sesuai PMK Nomor 6 Tahun 2021:
PT A merupakan operator telekomunikasi seluler atau pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi. PT B merupakan distributor tingkat pertama atau agen besar. PT C merupakan penyelenggara server pulsa atau penyelenggara distribusi tingkat kedua.
PT D merupakan merupakan master dealer pulsa atau distribusi tingkat ketiga. PT E merupakan ritel pulsa, dan tuan X dan nyonya Y merupakan pelanggan atau konsumen.
PT A menerima deposit atau pembelian pulsa sebesar Rp 10 juta dari PT B. Pada saat yang sama, PT A juga menjual kartu perdana di gerai resminya kepada tuan X sebesar Rp 15.000.
Perhitungan PPN sesuai aturan tersebut adalah, PT A yang tercatat sebagai pengusaha kena pajak (PKP) wajib memungut PPN atas penyerahan atau penjualan pulsa kepada PT B sebesar 10%. Dengan begitu, maka PPN yang dikenakan adalah Rp 1 juta. Sementara untuk kartu perdana, PT A memungut PPN sebesar 10% dari Rp 15.000 yaitu Rp 1.500.
Dari transaksi tersebut, PT B mendapat pembelian pulsa dari PT C sebesar Rp 9 juta. PT B yang tercatat sebagai PKP sekaligus distributor tingkap pertama wajib memungut PPN atas penjualan pulsa kepada PT C. Hitungannya sama, PPN 10% dari Rp 9 juta yaitu Rp 900 ribu.
Sementara itu, PT C mendapat deposit dari PT D selaku master dealer sebesar Rp 8 juta. Pada saat yang sama, PT D mendapat pembelian pulsa atau kartu perdana dari PT E sebesar Rp 1,5 juta yang kemudian dijual kembali seharga Rp 12.000 untuk denominasi Rp 10.000 kepada konsumen atau pelanggan.
Dengan contoh seperti itu, maka perhitungan pemungutan PPN dari pulsa kena pajak ini sebagai berikut:
A. Penyerahan pulsa dan atau kartu perdana oleh PT C kepada PT D, PT D kepada PT E, dan PT E kepada pelanggan dalam hal ini tuan x dan nyonya Y, wajib dipungut satu kali oleh PT C selaku PKP atau distributor tingkat II.
B. Adapun PPN yang dipungut oleh PT C sebesar Rp 800 ribu atau 10% dari Rp 8 juta.
C. Sementara PT D dan PT E tidak lagi melakukan pemungutan PPN atas penjualan pulsa dan atau kartu perdana.(dtk)