GELORA.CO - Pinangki Sirna Malasari meluapkan emosi dalam sidang nota pembelaan atau pleidoi di kasus suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra. Pinangki menangis meminta pengampunan hakim agar divonis ringan.
"Saya mohon diberikan pengampunan dan mohon diberikan kesempatan untuk dapat segera kembali kepada keluarga dan menjalankan pekerjaan utama saya sebagai seorang ibu bagi anak saya Bimasena. Tiada kata yang bisa saya sampaikan lagi pada pledoi ini kecuali rasa penghormatan kepada Majelis Hakim yang saya percaya bisa memutuskan yang seadil-adilnya," ujar Pinangki saat membaca pleidoinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (20/1/2021).
Pinangki mengatakan tidak mungkin dia mengkhianati institusi Kejaksaan Agung dengan menyembunyikan Djoko Tjandra. Pinangki mengaku tidak pernah mengusulkan Djoko Tjandra untuk melakukan hal lain kecuali menjalankan hukuman putusan PK kasus hak tagih (cessie) Bank Bali.
"Rasa kebanggaan dan segenap syukur kepada institusi kejaksaan tersebut selalu terpatri dalam diri, sehingga tidak mungkin bagi saya untuk mengkhianati institusi kejaksaan yang sangat saya cintai ini dengan cara menghindarkan seorang buronan untuk dilakukan eksekusi," tutur Pinangki.
"Sebagaimana terungkap sebagai fakta persidangan bahwa sejak awal pertemuan dengan Djoko Tjandra, saya selalu meminta Djoko Tjandra untuk menjalankan hukumannya terlebih dahulu, baru selanjutnya ditempuh upaya hukum yang akan dilaksanakan oleh Anita Kolopaking," tambahnya.
Pinangki mengaku bersalah dan menyesal telah ikut campur di kasus Djoko Tjandra. Sambil menangis, Pinangki mengaku hidupnya hancur karena terseret kasus ini.
"Saya sangat merasa bersalah atas perbuatan saya ini dan sangat menyesal telah terlibat suatu perbuatan yang telah membuat saya menghancurkan hidup saya sendiri. Kehidupan yang telah saya bangun bertahun-tahun," paparnya.
Karena kasus ini, Pinangki mengatakan kehilangan waktu bersama anak satu-satunya yang saat ini sedang dalam masa pertumbuhan. "Saya tidak lagi pantas disebut sebagai anak kebanggaan orang tua saya, membuat saya pada akhirnya akan dipecat dari pekerjaan saya sebagai jaksa apabila terbukti bersalah dalam persidangan yang mulia ini," katanya.
Di akhir pleidoinya, Pinangki berharap dibukakan pintu maaf. Pinangki berharap Allah SWT mengampuninya.
"Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah, rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua serta menjauhkan kita semua dari api neraka dan mentakdirkan kita semua sebagai hambanya yang akan masuk dalam golongan ahli surga, Aamiin ya Rabbal Alamin," tutur Pinangki.
Pinangki Sirna Malasari dalam sidang ini didakwa menerima suap berkaitan upaya hukum fatwa MA Djoko Tjandra yang saat itu menjadi buron hak tagih (cessie) Bank Bali. Dia disebut jaksa menguasai USD 450 ribu yang diduga berasal dari Djoko Tjandra.
Jaksa menyatakan pada 2019-2020, Pinangki yang saat itu masih berdinas sebagai jaksa, menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya yang berasal dari kasus korupsi itu dengan cara menukarkan uang USD 337.600 di money changer atau senilai Rp 4,7 miliar.
Pinangki menyamarkan asal-usul uang korupsi dengan membeli sejumlah kendaraan sekaligus melakukan operasi kecantikan. Salah satu kendaraan yang dibeli adalah BMW X-5 seharga Rp 1,7 miliar.
Karena kasus ini, Pinangki dituntut jaksa dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Pinangki disebut jaksa terbukti menguasai suap USD 450 ribu dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA).
Jaksa juga meyakini Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pinangki disebut jaksa menyamarkan asal-usul uang USD 450 ribu yang dikuasainya dari Djoko Tjandra dengan menukarkan uang, mentransfer, dan membelanjakan.
Selain itu, Pinangki juga terbukti melakukan permufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra terkait upaya pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Pinangki, Andi Irfan, dan Djoko Tjandra bermufakat jahat untuk menyuap sejumlah pejabat di Kejagung dan MA.(dtk)