GELORA.CO - Salah satu tunawisma yang didatangi oleh Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini saat blusukan di DKI Jakarta viral di media sosial. Pasalnya, tunawisma itu disebut sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan bekerja sebagai pedagang. Sehingga, masyarakat menganggap hal yang dilakukan Mensos itu merupakan settingan dan pencitraan.
Berdasarkan pantauan Republika pada (7/1) di Jalan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan tunawisma tersebut sedang berjalan menuju warung nasi. Dia memiliki rambut gondrong berwarna putih, berjalan dengan menggunakan baju kemeja kotak-kotak, celana jeans pendek, tidak menggunakan sandal, memakai kalung, cincin dan gelang.
Tunawisma tersebut bernama Nursaman. Dia mengaku, dulu pernah menjadi Satuan Petugas (Satgas) PDIP di kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro No 58, Menteng, Jakarta Pusat. Namun, saat ini, dia tidak lagi bergabung dengan PDIP dan bekerja sebagai pemulung.
“Saya tuh dulu pernah jadi Satgas PDIP di kantor PDIP yang di Jalan Diponegoro. Sudah lama banget itu. Kalau sekarang, saya bukan kader PDIP, malah sekarang jadi pemulung,” kata dia.
Dia menjelaskan, saat Mensos mendatangi tunawisma di sekitar Kuningan, dirinya sedang mencari kardus. Lalu, tunawisma yang lain beramai-ramai membicarakan Mensos yang datang secara tiba-tiba ke tempat tersebut.
“Ya kalau itu saya tidak tahu. Tiba-tiba ada orang pakai baju putih datang. Oh itu bu Risma. Yasudah dia hanya melihat dan melambaikan tangannya. Tidak sama sekali memberi bantuan atau uang,” kata dia.
Sedangkan terkait toko poster Soekarno dan PDIP, Nursaman mengatakan, itu punya temannya, bukan punya dia. Selama ini, dia hanya bekerja membantu pedagang kelapa dan tambal ban.
Ia memiliki uang dari pekerjaan tersebut. Penghasilan yang didapatkan sekitar Rp 30 ribu dalam satu hari.
Dia bercerita, saat ini, bekerja apa saja seperti mencari sampah plastik dan kardus untuk dijual kembali. Nursaman tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Sehingga, dia bisa tidur di mana saja termasuk di sekitar jalan Minangkabau.
“Saya asal dari Indramayu. Keluarga saya ada di Cibinong, Bogor. Istri saya sakit keras. Anak saya ada tiga. Sudah pada kawin semua. Ya saya sendiri di sini,” kata dia.
Pria berusia 70 tahun tersebut bekerja dari pagi hingga malam. Pada pagi hari, dia mengambil kardus, siang hari ia duduk di jembatan kali Thomas, dan malam hari menjadi tukang parkir di rumah makan sekitar jalan Minangkabau tersebut.
Tangannya yang penuh tato dan badan yang masih sehat, membuat pria lanjut usia ini berharap, bisa pulang ke kampungnya di Indramayu. Namun, dia bingung jika pulang ke kampungnya dia bekerja sebagai apa.
“Saya mau saja pulang kampung. Tapi, pas sampai sana, saya kerja apa? kalau di sini saya bisa bekerja apa saja. Walaupun tidak punya tempat tinggal tetap,” kata dia sambil menghisap rokoknya.
Dia mengaku, tidak tahu menahu jika dirinya dibicarakan khalayak ramai. Ia pun tidak memiliki telepon seluler dan mengetahui informasi terkini.
“Dari kemarin banyak yang nyariin saya. Nanya tentang saya. Ya saya sehari-hari menjadi pemulung gitu,” kata dia.
Republika.co.id lalu mencoba menelusuri kehidupan Nursaman dengan warga sekitar. Hariati (40 tahun), seorang pedagang bangku di dekat toko Nursaman mengatakan, Nursaman dulu menjadi sopir bajaj dan becak. Namun, Nursaman berhenti dan menjadi pemulung di sekitar Manggarai.
Ia berkata, setiap pagi, Nursaman mencari paku, kardus, dan botol bekas. “Iya Pak Nur tuh pagi-pagi cari paku sekitar sini. Dia itu udah lama sih ada di sekitar Jalan Minangkabau ini. Tidak tahu deh tinggal di mana. Pindah-pindah dia. Pernah nih dia tidur di dekat dagangan saya,” kata dia.
Dia mengaku, pernah melihat Nursaman bersama anaknya. Anaknya berjenis kelamin laki-laki dan tidak waras. Namun, akhir-akhir ini dia tidak melihatnya. Informasi yang dia dapatkan anaknya sudah meninggal.
“Ya anaknya suka nyamperin minta uang. Tapi, sudah tidak waras. Tapi, sekarang jarang terlihat. Informasinya sih katanya meninggal,” kata dia.
Dia melanjutkan, memang Nursaman bukan yang memiliki toko poster Soekarno dan PDIP serta tukang buah kelapa. Menurutnya, yang memiliki kedua toko tersebut merupakan kader PDIP.
“Toko poster PDIP itu punya kader PDIP, si Pak Doni. Terus yang tukang kelapa itu punya Bu Iin, dia juga kader PDIP. Tapi kalau Pak Nursaman kurang tahu deh, dia kader apa bukan. Saya lihat sih emang suka bantu-bantu di tukang kelapa,” kata dia.[]