GELORA.CO - PP Muhammadiyah menyampaikan enam sikap resmi organisasi atas rekomendasi Komnas HAM terhadap tewasnya enam laskar FPI, melalui konferensi pers secara daring, Senin (18/1).
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo mengatakan, sikap Muhammadiyah ini dikeluarkan usai mencermati secara seksama keterangan pers Komnas HAM RI Nomor 003/Humas/KH/I/2021 tertanggal 08 Januari 2021.
Adapun pernyataan sikap yang disampaikan PP Muhammadiyah antara lain, mendukung temuan Komnas HAM yang menyatakan enam orang laskar FPI yang meninggal dunia tersebut terjadi dalam dua peristiwa yang berbeda, yakni dua orang meninggal pada peristiwa saling serempet mobil dan serang antara petugas negara dan anggota laskar FPI dan empat orang meninggal akibat penguasaan petugas resmi negara yang terjadi di Kilometer 50 Tol Cikampek dan ini disebut oleh Komnas HAM sebagai peristiwa pelanggaran HAM dan mengindikasikan telah terjadi unlawful killing (pembunuhan di luar jalur hukum).
Muhammadiyah juga mendukung empat rekomendasi Komnas HAM untuk dilanjutkan ke ranah penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana untuk mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan.
“Karena itu, pembunuhan terhadap terutama empat anggota laskar FPI seharusnya tidak sekadar pelanggaran HAM biasa melainkan termasuk kategori pelanggaran HAM berat,” ujar Trisno.
Mendesak Komnas HAM untuk mengungkap fakta-fakta dalam kasus ini secara lebih mendalam, investigatif, dan tegas karena tugas penyelidikan yang telah berjalan terkesan tidak tuntas dalam pengungkapannya termasuk pengungkapan aktor intelektual di balik penembakan tersebut.
Kemudian meminta Presiden Jokowi selaku kepala negara dan kepala pemerintahan untuk mendukung poin ketiga serta memberikan perintah secara tegas kepada pihak yang berwenang untuk mengungkap aktor intelektual di balik penembakan tersebut.
Mendukung Presiden Jokowi menuntaskan janji-janjinya untuk menuntaskan sejumlah pelanggaran HAM yang selalu berakhir tidak tuntas seperti kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, Siyono, dan pembunuhan terhadap sejumlah aktivis lingkungan hidup dan korban kriminalisasi warga oleh perusahaan Tambang.
Dan terakhir mengajak elemen masyarakat sipil untuk terus mendorong dan mengingatkan pemerintah agar jangan menjadikan abai sebagai suatu kebiasaan sehingga mendiamkan kasus-kasus yang seharusnya dapat diupayakan keadilan hukumnya.
“Presiden perlu diingatkan lagi agar jangan sampai kasus tewasnya laskar FPI sebagai pelanggaran HAM kemudian menjadi utang masa lampau yang baru di bawah pemerintahan sekarang,” demikian Trisno.(RMOL)