TERNYATA 18 Januari 2021 adalah hari penting untuk masa depan Semenanjung Korea.
Tanpa diduga, Presiden Moon Jae-in mengingatkan dunia akan pentingnya KTT antara Kim Jong-un dan Donald Trump, yang terselenggara di Singapura bulan Juni 2018 silam.
Ternyata bagi Seoul, KTT tersebut sangat realistis. Selain membuka cakrawala akan sebuah denuklirisasi Korut, KTT tersebut memungkinkan Seoul dan dunia memahami isi hati Pyongyang, akan sebuah masa depan Semenanjung Korea yang aman dan damai, termasuk harapannya agar Washington mengurangi provokasi di Asia Timur.
Bagi Korsel yang selama ini nyaman dan terlindung di bawah kepemimpinan global Amerika Serikat, figur Donald Trump yang serba tegas dan transparan itu memberikan kepastian hukum bagi keamanan nasional Korsel.
Tidak saja bagi para sekutunya di Asia Timur, tapi juga di seluruh dunia.
Moon Jae-in tampaknya maklum jika untuk setahun ke depan, Presiden Joe Biden akan terjebak dengan berbagai masalah domestik dan internasional yang pelik, sehingga hingga saat ini belum kunjung memberikan jaminannya atas masa depan Semenanjung Korea.
Dalam pidatonya kemarin, Moon Jae-in tetap menyatakan kesetiaannya pada Washington DC, namun juga berharap banyak bagi hubungan bilateralnya dengan RRC, yang saat ini merupakan mitra dagang terbesarnya.
Secara tidak langsung, Moon Jae-in mengharapkan keluwesan Washington DC, untuk mengijinkan Seoul untuk lebih mandiri secara pertahanan keamanan, termasuk dalam mengelola masalah-masalah strategis yang dihadapinya.
Dalam hal ini, mulai dari bantuan pembangunan sekaligus pengawasan atas Nuklir Korut, hingga perencanaan penyatuan kedua Korea secara damai.
Akankah Presiden Joe Biden memahami harapan Moon Jae-in diatas? Masyarakat Korsel yang terus harsp-harap cemas ini amat menantikan kepastian dari Gedung Putih.
Teuku Rezasyah, Ph.D
Dosen pada Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran di Jatinangor