GELORA.CO - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap fakta bahwa aparat kepolisian sempat memerintahkan untuk memeriksa ponsel dan meminta saksi yang berada di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek menghapus rekaman saat insiden bentrok polisi dan laskar FPI.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam saat menyampaikan hasil penyelidikan dalam bentrok yang terjadi pada 7 Desember 2020.
"Terdengar perintah petugas untuk menghapus rekaman dan pemeriksaan handphone," ujar Anam dalam pemaparannya, Jumat (8/1).
Dia mengungkap, pemeriksaan ponsel dan permintaan hapus rekaman kepada warga di lokasi kejadian merupakan satu dari sejumlah temuan menurut keterangan saksi saat bentrok yang berujung tewasnya enam laskar pengawal Rizieq di KM 50.
Anam juga mengungkap bahwa saksi di lokasi kejadian diberi tahu oleh aparat bahwa insiden yang terjadi saat itu terkait narkoba dan terorisme.
"Terdapat penjelasan petugas kepada khalayak di situ bahwa peristiwa ini terkait narkoba. Dan juga terdengar terkait terorisme," katanya.
Selain keterangan itu, Anam menyebutkan saksi Komnas HAM mengungkap bahwa terdapat dua orang yang diduga telah meninggal di lokasi kejadian. Dari keduanya, satu berada di mobil dan satu sisanya berada di jalan.
Saksi Komnas HAM, seperti diungkapkan Anam, juga melihat petugas telah melakukan tindak kekerasan kepada empat anggota laskar yang masih hidup di KM 50. Beberapa bukti diletakkan di meja salah satu warung oleh petugas.
"Terlihat petugas melakukan kekerasan terhadap empat orang yang masih hidup. Memerintahkan jongkok dan tiarap," ujar Anam.
Lihat juga: Polri Respons Komnas HAM: Tunggu Surat Resmi, Kami Pelajari
Komnas HAM menyimpulkan bahwa polisi telah melakukan pelanggaran HAM dalam insiden bentrok polisi dan enam laskar pengawal Rizieq pada 7 Desember lalu.
Menurut Anam, polisi bersalah karena telah membunuh empat anggota laskar yang diketahui masih hidup saat berada di KM 50, atau setelah dua anggota laskar yang lain telah tewas. (*)