GELORA.CO - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Tipikor telah menjatuhkan tuntutan terhadap Jaksa Pinangki dalam kasus dugaan suap. Pinangki dituntut selama 4 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
JPU menilai Pinangki terbukti melanggar 3 dakwaan. Pertama, Pinangki dinilai terbukti menerima suap senilai USD 500.000 dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung.
Atas perbuatan itu, Pinangki dinilai melanggar Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
Tuntutan ini kemudian mendapat tanggapan dari ICW. Mereka mengaku tidak kaget dengan tuntutan yang dijatuhkan oleh JPU terhadap Pinangki.
"ICW tidak lagi kaget mendengar kabar bahwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari hanya dituntut empat tahun penjara dan dikenakan denda sebesar Rp 500 juta. Sebab, sejak awal Kejaksaan Agung memang terlihat tidak serius dalam menangani perkara ini," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhan dalam keterangannya, Selasa (12/1).
Kurnia menuturkan, tuntutan yang dibacakan JPU terhadap Pinangki sangat ringan, tidak objektif, dan melukai rasa keadilan. Menurutnya ada beberapa alasan yang mendasari kesimpulan tersebut.
"Pertama, saat melakukan tindakan korupsi, Pinangki berstatus sebagai penegak hukum. Terlebih ia merupakan bagian dari Kejaksaan Agung yang notabene menangani langsung perkara Joko S Tjandra. Namun, alih-alih membantu Kejaksaan Agung, Pinangki malah bersekongkol dengan seorang buronan perkara korupsi," ucap Kurnia.
Kedua, Kurnia mengatakan uang yang diterima Pinangki direncanakan untuk mempengaruhi proses hukum terhadap Djoko Tjandra. Dalam kasusnya, Pinangki berupaya agar Djoko Tjandra tidak dapat dieksekusi dengan cara membantu mengurus fatwa di Mahkamah Agung.
"Ketiga, tindakan Pinangki telah meruntuhkan dan mencoreng citra Kejaksaan Agung di mata publik. Betapa tidak, sejak awal kabar pertemuan Djoko Tjandra mencuat ke media, tingkat kepercayaan publik menurun drastis pada Korps Adhyaksa tersebut," tutur Kurnia.
Kemudian keempat, Kurnia menilai perkara Pinangki merupakan kombinasi tiga kejahatan sekaligus yakni tindak pidana suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang. Menurutnya, jika ada beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang seharusnya ada pemberatan tetapi, penuntut umum tidak mempertimbangkan hal itu.
"Kelima, keterangan Pinangki selama persidangan justru bertolak belakang dengan fakta yang diyakini oleh penuntut umum. Pada beberapa tahapan, salah satunya eksepsi, Pinangki membantah menerima uang sebesar USD 500 ribu dari Djoko Tjandra. Dengan pengakuan seperti ini, seharusnya Jaksa tidak lagi menuntut ringan Pinangki," jelas Kurnia.
Lebih lanjut, ICW mengatakan tuntutan yang layak dijatuhkan kepada Pinangki adalah hukuman pemidanaan maksimal yakni 20 tahun penjara.
ICW mendesak agar majelis hakim dapat mengabaikan tuntutan Jaksa lalu menjatuhkan hukuman berat terhadap Pinangki Sirna Malasari.
"Selain itu, putusan hakim nantinya juga akan menggambarkan sejauh mana institusi kekuasaan kehakiman berpihak pada pemberantasan korupsi," tutup Kurnia.[]